-->

Anak Rantau, Merantau Dan Lupakan Masa Lalumu

Anak Rantau, Merantau Dan Lupakan Masa Lalumu
Anak Rantau, Merantau Dan Lupakan Masa Lalumu
The 4th ASEAN Literary Festival yang sudah berlangsung ahad kemudian selama 4 hari (3-6 Agustus 2017) meramaikan sudut Kota Tua. Soft launching buku Anak Rantau milik Ahmad Fuadi menjadi bab dari pujian literasi Indonesia. Ahmad Fuadi dikenal sebelumnya melalui karyanya yaitu novel Negeri 5 Menara yang berhasil memecahkan rekor penjualan Gramedia Pustaka Utama sesudah 37 tahun lamanya. Buku Anak Rantau direncanakan akan memasuki toko buku pada ahad ketiga bulan Agustus.



Bincang santai terjalin dikala program soft launch, antara penulis, tamu dan para penggemar dari karya-karya Ahmad Fuadi sebelumnya. Area lantai 2 sudut gedung Kantor Pos Kota Tua penuh untuk jumpa dengan A.Fuadi bahkan kehabisan dingklik dan banyak yang karenanya duduk dibawah.  Banyak yang hadir dari luar kota mirip Malaysia, Karawang, Jogjakarta, Padang, Bogor, dan Tangerang Selatan  hanya untuk bertemu penulis idolanya. Hadir juga Miftah Sabri untuk Ngobrol Anak Rantau di Lapau bersama A.Fuadi.



Bagi Miftah buku Anak Rantau ditulis dengan sangat sederhana namun mendalam yang bisa menuliskan point of view dan memotret kehidupan sosial perkampungan di kehidupan milenia ini. Miftah menilai A.Fuadi sudah pindah kuadran dan bisa keluar dari dirinya dengan menggambarkan sosok Hepi. Melalui buku Anak Rantau Miftah mencicipi dejavu. Pemahaman soal sufi yang selama setahun ini dipelajari oleh A. Fuadi terlihat dalam pertengahan kisah . Salah satunya pedoman sufi yang terlihat yaitu memaafkan. Sejatinya setiap diri insan niscaya memiliki luka dalam kehidupan. Dalam buku Anak Rantau mengajarkan memaafkan dan melupakan “forgiven n forgotten”.

Anak Rantau
“Book for me is like flying carpet”, Ahmad Fuadi

Bagi Ahmad Fuadi buku diibaratkan sebagai karpet terbang yang bisa membawa diri kita kemana saja melalu imajinasi yang tertuang dalam kata. Melalui buku Anak Rantau yang sarat dengan budaya Minang mengajak kita mengenal sedikit ihwal bahasa dan budaya yang ada di Kampung Tanjung Durian, daerah kelahiran Martiaz. Martiaz yaitu sosok anak Minang yang tidak pernah mudik lebih dari 17 tahun.


Pepatah dan bahasa Minang sesekali  muncul dalam cerita. Seperti Musa yang bergelar Datuk Marajo Labiah yaitu bapak dari Martiaz dan juga beberapa huruf lainnya yang ada dalam buku Anak Rantau. Pandeka Luko, pendekar asing yang mengobati luka lama di rumah usang. Petualangan Hepi anak wanita dari Martiaz bersama Attar penembak jitu dan Zen penyayang binatang,  bertualang mendatangi sarang jin, menghadapi lelaki bermata harimau, memburu biduk hantu, dan menyusup ke markas pembunuh. Semuanya demi melunasi sebuah dendam.

Filosofi kehidupan elang juga muncul dalam buku Anak Rantau yang mengajarkan kita untuk terbang tinggi kemana saja melintas batas untuk mencari hidup. Selama menjalani kehidupan akan ada luka yang menghampir dan singgah di hati. Perlu banyak maaf untuk diri dan batin kita sebelum bisa terbang tinggi. Anak Rantau disini bukanlah anak kampung yang merantau ke kota melainkan anak rantau yang sudah merantau dan harus kembali ke kampung halaman demi anak wanita kesayangannya, Hepi dan mulai berusaha memaafkan masa lalunya.

Butuh waktu 4 tahun bagi A. Fuadi untuk menciptakan buku Anak Rantau. Dalam menghasilkan karya sampai timbul ide bagi A. Fuadi bermacam-macam rentang waktunya. Untuk karya Anak Rantau diakui bukanlah sebuah karya yang idenya tumbuh dengan cepat melainkan perlu dierami mirip layaknya telur pada ayam. Pasangan atau istri menjadi ide utama dalam setiap karya yang dihasilkan A.Fuadi. Sang istri tidak pernah lelah membaca setiap naskah A.Fuadi dan memberi kritik serta mengedit naskah A. Fuadi dengan mencoret-coretnya.

Alasan utama A.Fuadi menulis yaitu untuk lebih melihat kembali, semacam perjalanan kedalam diri kita. Alasan utama itu yang nantinya akan menjadi sentra energi dari sebuah karya. Entah mengapa saya tergelitik dengan pernyataan itu alasannya aneka macam perihal kehidupan saya yang sebetulnya ingin kutuangkan kedalam kata tapi entah mengapa masih berat *curhat. Ahmad Fuadi juga memperlihatkan tiga (3) tips untuk mulai menulis.

"Find your Why"
"Find your What"
"Just WRITE what you want to Write"

Mulailah menulislah dengan mengalir, tuangkan saja yang ada di pikiran,  tidak perlu terlalu dipikirkan bentuk dan gaya bahasanya mirip apa. Sebagai pola untuk mulailah menulis dalam sehari satu (1) halaman ihwal apa saja. “Jika mulai menulis 1 halaman setiap harinya mulai dari sekarang, tahun depan kita bertemu kau sudah membawa naskah sebuah buku,” Ahmad Fuadi menyemangati.  Riset menjadi hal penting dalam sebuah penulisan bagi Ahmad Fuadi yang dua buah bukunya sudah menjadi buku wajib lecture studies di Universitas California. -RGP-




Advertisement