-->

Islam Saya, Islam Nusantara

Islam Saya, Islam Nusantara
Islam Saya, Islam Nusantara

Islam Saya, Islam Nusantara



Ini soal citarasa. Meskipun berbahan serupa, kadar dan bumbu ramuan sama. jika diracik oleh orang yang berbeda, hasil pasakannya bisa jadi bermacam rasa. Sebanyak orang yang mengolah, sebanyak itu pula lidah bisa membedakan. Ada banyak faktor, sebab berbeda pengalaman, mud, selera pengolah. Boleh jadi berlainan tempat, cuaca yang berdampak pada kualitas bahan baku.
Hal lain. Banyak kawasan yang memiliki ramuan khas ttg jenis olahan serupa. Dan dipastikan masing-masing daerah memiliki citarasa yang khas. Bakso Solo dengan bakso Malang, sama-sama berbahan dasar sejenis, tetapi rempah yang terkandung atau cara meramu daging sapi cincang punya cara masing-masing. Sebab ini orang bisa dengan mudah membedakan. Baik rasa atau rupa.
Bubur ayam Tasik dengan buryam Cianjur beda aroma. Batagor Bandung dengan Ciamis lain lagi. Soto Jakarta dengan Makasar berbeda. Sate madura, martabak, dst. Meski demikian, setiap orang yang keluar dari kedai dengan sajian daging giling bulat dicampur mie berkuah, akan berucap selepas makan bakso. Baik di Tasik, Bandung atau tempat yang lain.
Jadi, artinya apa?. Bakso itu satu, soto itu, ya begitu. Sebab berbeda racikan, penyajian, kemasan, daerah, dll, jadilah -seperti- berbeda. –Agama- Islam itu satu; ‘jalan’ Tuhan (wad’u ilahy) yang dibawa Rasul Muhammad dengan perangkatnya, yang disimpulkan dalam 3 hal; aqidah, syari'ah dan akhlaq (Iman, Islam dan Ihsan).
Sebab bermula Islam hadir di Arab, seperti tempat kelahiran Rasul Muhammad. Pada praktiknya, ia tidak lepas dari akar-budaya yang berlaku di tempat ini. Pakaiannya, bahasa dan hal lain yang masih layak untuk terus dilanjutkan. Atau bahkan dikukuhkan sebagai norma Islam. Banyak hal-ritul soal ini. Khitan bagi kaum Adam salahsatunya.
Sejak Islam menyebar luas, melampaui berbagai suku dan bangsa yang berbhineka, hingga akhirnya sampailah di gugusan Nusantara. Seperti halnya Arab yang memiliki karakter budaya yang khas, begitu pula jajirah lain yang dilampaui perluasan Islam. Termasuk apa yang berlaku di Nusantara dengan karakteristik tersendiri, beda dengan bangsa Arab.
Sebab berbeda cara ekspresi, perlakuan, pergumulan, penyajian terhadap agama Islam, seolah wajah Islam terlihat berbeda. Padahal sejatinya sama. Tuhannnya sama, nabinya sama, kitab sucinya Al qur’an, Kiblatnya Mekah, dll.
Hal berbeda bisa jadi sebatas permukaan-assesoris saja. Seperti, orang Islam Arab -masih- senang memakai gamis-jubah, serban, dll, sebab kesehariannya seperti itu. Arab non Islam pun layaknya demikian. Lain hal dengan –orang- Islam -di- Nusantara. Mereka merasa betah dengan baju kemeja-koko, berpeci, dll, sebab kesehariannya sedemikan rupa. Dan tak merintangi -penganut- agama lain untuk berbusana yang sama.
Selain soal pakaian, banyak hal lain yang berbeda. Hal-hal perbedaan ini masuk dalam 'rumusan' yang ketiga, yaitu akhlaq (ihsan), perilaku interaksi antar sesama manusia (hablu minannas). Bahasanya lainnya mu’amalah. Yang diadaptasi dari rentang pergumulan panjang di setiap daerah. Ketika Islam hadir mengalami ‘perkawinan-akulturasi’, jadilah satu praktik yang khas.
Salah satu contoh dalam ‘ritual’ penyambutan –calon- bayi. Ada ‘selametan’ untuk 4 bulan, 7 bulan. Yang semula dengan praktik tradisional diganti dengan pembacaan alqur’an, shalawat dan kalimah thayibah lainnya. ‘Sesajen’ semula dipersembahkan untuk ‘mahluk halus’ dialihkan menjadi shadaqah untuk tetanangga, sanak saudara, dll. Bamyak contoh lain, silahken dilanjutken
Dan kiranya semua orang sepakat kegiatan tilawah alqur’an, shalawat, shadaqah, dll, adalah satu amaliyah baik-islamy. Kiranya inilah satu bukti ‘kemenangan’ Islam di Nusantara. Pada akhirnya tercipta satu citarasa, Islam Nusantara. yang boleh jadi tidak ada atau berbeda dengan kawasan lain, termasuk di jajirah Arab.
Advertisement