-->

Dijodohkan Ibunya, Putrinya Dipaksa Ibu Menikahi Laki-Laki Kakek Bau Tanah Di Kampung, Satu Tahun Lalu Putrinya Gres Mengizinkan Suaminya Naik R4nj4ng, Tapi Malam Itu..

Dijodohkan Ibunya, Putrinya Dipaksa Ibu Menikahi Laki-Laki Kakek Bau Tanah Di Kampung, Satu Tahun Lalu Putrinya Gres Mengizinkan Suaminya Naik R4nj4ng, Tapi Malam Itu..
Dijodohkan Ibunya, Putrinya Dipaksa Ibu Menikahi Laki-Laki Kakek Bau Tanah Di Kampung, Satu Tahun Lalu Putrinya Gres Mengizinkan Suaminya Naik R4nj4ng, Tapi Malam Itu..
Dijodohkan Orang Tua Tidak Selalu Salah. Bagi sebagian orang problem perjodohan sudah dianggap hal yang kuno. Mereka menganggap, ini sudah bukan jamannya lagi harus mengikuti harapan orangtua untuk menentukan jodoh. Orangtua kita selalu mempertimbangkan bibit, bebet, bobot dalam urusan pasangan kita.




Kadang pilihan kita sendiri juga agaknya bertolak belakang dengan pilihan mereka. Orangtua mana yang tidak suka bila melihat anaknya kelak sanggup mengarungi rumah tangga yang rukun dan bahagia. Seperti yang dialami perempuan berjulukan Xian Ji.
Ia dijodohkan dengan seroang laki-laki yang dianggap terjelek di kampungnya, bahkan mengaku tidak berafiliasi int*m selama satu tahun. Meskipun mereka sudah dikat dengan tali pernikahan. Namun, suatu kejadian membuatnya Xian tersadar. Betapa beruntungnya ia dipilihkan seorang laki-laki pilihan orangtuanya. Berikut dongeng selengkapnya.
Di usiaku yang ke 24, saya pergi ke kota untuk bekerja dan gres mulai berpacaran dengan seorang cowok. Tapi tiba-tiba di simpulan tahun waktu saya berkemas-kemas mudik mencari orangtuaku. Mama meneleponku dan membuatku melongo seribu bahasa.
Kakak perempuanku berkata, “Papa sudah menyiapkan ijab kabul sederhana di kampung, tanggal 23 tahun gres nanti kau menikah. Aku jawab, “Siapa?!.. Sembarangan..” Tapi kakakku hanya berkata, “Kamu pulang juga nanti tahu siapa..” Karena saya gres berpacaran, saya bilang pada kakakku.
“Kalau gak jelas, saya gak mau pulang, lagian saya udah punya pacar sekarang..” siapa sangka kakakku hanya bilang, “Cepet-cepetlah putus jikalau gitu..”
Saking takutnya mama jikalau saya gak pulang ke kampung, mama sengaja minta kakakku tiba dari luar kota untuk pulang bersama aku. Sesampainya di rumah, saya melihat ada uang 50 juta di atas meja, ketika itu saya tiba-tiba merasa, saya dijual. Mama tiba menjelaskan padaku, “Kamu juga tahu, kau punya adik yang gak sanggup apa-apa, kakakmu udah menikah dan pindah jauh di luar kota”
“Kami ingin kau menikah dengan orang sekampung, mungkin mama sedikit egois, tapi mama sama sekali gak bermaksud jahat”
“Aku dan papamu sudah tua, jikalau kami meninggal, adikmu bagaimana? Lagipula, selama ini kami di rumah, Li Xan sering tiba bantu mama di rumah.” Aku pribadi teriak, “Aku gak cinta beliau maaa…!!”
Li Xan dalah pemuda yang sangat jelek, kayaknya gak ada orang yang lebih buruk dari beliau untuk pemuda seusianya. Mulutnya besar, rambutnya sedikit botak, lebih besar 5 tahun dariku. Tingginya tidak lebih dari 160cm, saya mana mungkin nikah sama pemuda macam gini. Ini sama aja kayak suruh saya mati, saya pun bersikeras gak mau. Mama melihatku menyerupai ini, hingga waktu malam sebelum tidur, saya mendengar bunyi keras dari kamar mama.
Ternyata mamaku memotong pergelangan tangannya dan bunuh diri. Kami pribadi membawanya ke klinik terdekat. Setelah berhasil di selamatkan, saya juga tidak sanggup berkata apa-apa lagi. Tanggal 23 bulan pertama di tahun baru, saya pun menikah dengan Li Xan.
Malam itu, saya pribadi masuk ke kamar, Li Xan menapaku dari depan kamar, “Mira, udah tidur?” Aku gak jawab, saya menutup verbal rapat-rapat, menggulung tubuhku di bawah selimut sambil menangis, siapa yang melihat betapa menderitanya diriku sekarang.
Keesokan harinya, saya gres tahu ternyata Li Xan tidur di lantai dan hanya beralaskan satu lembar kain tebal saja. Dia kemudian bertanya, “Kamu lapar gak? Aku ada beli sarapan buat kamu.” Aku duduk di sofa dan gak bicara, saya lihat Jono, memikirkan mau menghabiskan sisa hidupku bersamanya bikin saya pusing.
Aku menangis, melihatku menangis Li Xan jadi kebingungan, “Apa saya salah? Aku salah dimana? Kalau saya salah kau boleh pukul aku” kemudian beliau mengeluarkan sebuah ganjal sepatu dan bilang jikalau ibunya memukulnya dengan ganjal ini jikalau beliau salah.
Aku menangis hingga tidak ada tenaga lagi, “Kamu tidur di bawah sini?” saya tanya beliau sambil makan sarapanku. Dia bilang, “Udah biasa, damai aja.” Aku tiba-tiba merasa kasihan sekali, tahun ini beliau sudah hampir 30 tahun. Dia gak bodoh, cuman lebih polos dan tampang memang pas-pasan, tapi untuk yang lainnya, beliau cukup oke. Orangtuanya sudah usang resah alasannya beliau belum menikah.
Di kampung udah tidak ada lagi gadis yang sanggup dikenalkan dengannya. Aku tanya dia, “Kamu pakai cara apa hingga mamaku berjanji untuk menikahkan saya sama kamu?” Dia menjawabnya dengan santai, “Gak ada apa-apa, mama kau tanya, apa saya rela buat jaga adik ipar, ya adik kau itu, seumur hidup juga, saya ngangguk. Gitu aja.”
Malam itu, beliau tetap tidur di bawah, tapi walaupun begitu, beliau tetap tidur dengan sangat lelap. Kayaknya gak ada yang sanggup ganggu beliau tidur. Kami menjalani hidup menyerupai ini selama setengah tahun, kemudian mamaku bertanya, “Si Li Xan apa gak sanggup punya anak gitu ya? Kenapa segitu usang sampe kini kau belum hamil? Aku cuma menjawab, “gak apa mam, ga perlu buru-buru juga..”
Mama bahkan mau bawa saya dan Li Xan ke dokter untuk cek kesuburan, untung saya tolak. Aku sempat berpikir untuk tidur seranjang dengannya. Tapi jikalau saya kebayang giginya yang kuning itu, saya pribadi kecewa dan gak berani bayangin lagi.
Tahun berikutnya, jikalau ekspresi dominan hujan, kampung ini hirau taacuh banget. Waktu itu hujan turun satu ahad berturut-turut. Selama beberapa hari ini, saya bahkan gak perlu turun dari ranjang, dari berdiri saya nonton tv. Li Xan yang bawain sarapan, makan siang dan makan malam, selesai saya makan, beliau yang bereskan semuanya. Sampai malam itu hujan berhenti.
Kemudian LiXan berkata, “aku bawa kau pergi ke sebuah tempat!”. Aku gak mau pergi, tapi Li Xan kemudian melanjutkan, “Aku gendong kau kesana.” Kemudian Li Xan bawa saya ke taman tua. Dia memintaku duduk di dingklik taman dan menutup mata. “Nanti saya bilang satu dua tiga, kau gres buka mata ya!” Aku bilang,”Kamu ini ngapain sih?”
Tapi detik berikutnya beliau udah bilang satu-dua-tiga… “Coba liat di depan mata kamu!” Aku melihat sederetan balon warna-warni, setiap warna digambar dengan ekspresi yang berbeda-beda, di atasnya ada tulisan, “Aku cinta kamu, saya mau menghabiskan hidupku bersamamu.”
Aku kemudian terdiam, saya melihat Li Xan yang tersenyum aib di pinggir sana. Aku hanya menjawab, “Kamu ini ngapain sih?” Li Xanbilang, “Aku gak pernah ke kota, seumur hidup saya tinggal di kampung”
“Aku lihat banyak hal romantis di TV, tapi saya gak sanggup kaluin semuanya. Aku mikir banyak, tapi layang-layang yang saya kasih kamu”
“Kamu bahkan gak melihatnya sama sekali, saya kasih bunga sama kamu, kau juga pribadi buang. Aku cuman kepikiran hal ini aja, saya lihat di TV juga gitu kok.. Hehehe..”
Itulah pertama kali saya merasa sangat tersentuh dan terharu, walaupun cuman beberapa buah balon. Tapi saya mencicipi jikalau beliau menyayangi aku. Malam itu, saya mencari layang-layang yang dulu beliau kasih, saya bilang sama Jono, “Coba kau perbaiki, nanti jikalau cuaca cerah kita sanggup main layangan..” Li Xan pribadi kaget, “Ah! Aku benerin kini juga…” Aku tertawa, “Kamu ini, kini itu waktunya tidur tau..”
Sejak hari itu, saya dan Li Xan tidur satu ranjang.. Demi hari ini, beliau sudah berjuang selama hampir satu tahun. 2 tahun sesudah itu, kami berdua pergi ke kota untuk bekerja dan menabung sedikit uang selama setahun, hingga tahun berikutnya kami pulang ke kam
Tapi detik berikutnya beliau udah bilang satu-dua-tiga… “Coba liat di depan mata kamu!” Aku melihat sederetan balon warna-warni, setiap warna digambar dengan ekspresi yang berbeda-beda, di atasnya ada tulisan, “Aku cinta kamu, saya mau menghabiskan hidupku bersamamu.”
Aku kemudian terdiam, saya melihat Li Xan yang tersenyum aib di pinggir sana. Aku hanya menjawab, “Kamu ini ngapain sih?” Li Xanbilang, “Aku gak pernah ke kota, seumur hidup saya tinggal di kampung”
“Aku lihat banyak hal romantis di TV, tapi saya gak sanggup kaluin semuanya. Aku mikir banyak, tapi layang-layang yang saya kasih kamu”
“Kamu bahkan gak melihatnya sama sekali, saya kasih bunga sama kamu, kau juga pribadi buang. Aku cuman kepikiran hal ini aja, saya lihat di TV juga gitu kok.. Hehehe..”
Itulah pertama kali saya merasa sangat tersentuh dan terharu, walaupun cuman beberapa buah balon. Tapi saya mencicipi jikalau beliau menyayangi aku. Malam itu, saya mencari layang-layang yang dulu beliau kasih, saya bilang sama Jono, “Coba kau perbaiki, nanti jikalau cuaca cerah kita sanggup main layangan..” Li Xan pribadi kaget, “Ah! Aku benerin kini juga…” Aku tertawa, “Kamu ini, kini itu waktunya tidur tau..”
Sejak hari itu, saya dan Li Xan tidur satu ranjang.. Demi hari ini, beliau sudah berjuang selama hampir satu tahun. 2 tahun sesudah itu, kami berdua pergi ke kota untuk bekerja dan menabung sedikit uang selama setahun, hingga tahun berikutnya kami pulang ke kampung dan membangun rumah kami.
Tidak usang sesudah itu saya hamil dan melahirkan anak laki-laki pertamaku. Setelah anakku lahir, Li Xan kembali ke kota untuk bekerja, sedangkan saya di kampung untuk menjaga anak. Tahun berikutnya, Li Xan pulang dan bilang jikalau beliau mau punya anak kedua lagi. Inilah hidupku sekarang, saya sangat baik dan sangat bahagia.
Advertisement