-->

Memahami Agama Garda Pelindung Dari Fitnah

Memahami Agama Garda Pelindung Dari Fitnah
Memahami Agama Garda Pelindung Dari Fitnah
MEMAHAMI AGAMA GARDA PELINDUNG DARI FITNAH


Oleh
Syaikh Shalih Fauzan al-Fauzan
NIKMAT ISLAM DAN PERINGATAN AGAR TIDAK JATUH DALAM FITNAH YANG MEMALINGKAN DARI ISLAM

Allâh Azza wa Jalla telah memberi anugerah Islam kepada kita. Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ ﴿١٠٢﴾ وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا ۚ وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَىٰ شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ ﴿١٠٣﴾ وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ ﴿١٠٤﴾ وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ تَفَرَّقُوا وَاخْتَلَفُوا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْبَيِّنَاتُ ۚ وَأُولَٰئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ

Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allâh sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kau mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. Dan berpeganglah kau semuanya kepada tali (agama) Allâh, dan janganlah kau bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allâh kepadamu dikala kau dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allâh mempersatukan hatimu, kemudian menjadilah kau lantaran nikmat Allâh, orang-orang yang bersaudara; dan kau telah berada di tepi jurang neraka, kemudian Allâh menyelamatkan kau dari padanya. Demikianlah Allâh mengambarkan ayat-ayat-Nya kepadamu, semoga kau mendapat petunjuk. Dan hendaklah ada di antara kau segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. Dan janganlah kau mirip orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih setelah tiba keterangan yang terang kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat. [Ali Imrân/3:102-105]

Allâh Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman:

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا

Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kau agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. [Al-Mâ’idah/5:3]

Juga firman-Nya:

إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ

Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allâh hanyalah Islam. [Ali Imrân/3:19]

Juga firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala :

وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan beliau di darul abadi termasuk orang-orang yang rugi. [Ali Imrân/3:85]

Firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala yang lain:

وَجَاهِدُوا فِي اللَّهِ حَقَّ جِهَادِهِ ۚ هُوَ اجْتَبَاكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ ۚ مِلَّةَ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ ۚ هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِينَ مِنْ قَبْلُ وَفِي هَٰذَا لِيَكُونَ الرَّسُولُ شَهِيدًا عَلَيْكُمْ وَتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ ۚ فَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَاعْتَصِمُوا بِاللَّهِ هُوَ مَوْلَاكُمْ ۖ فَنِعْمَ الْمَوْلَىٰ وَنِعْمَ النَّصِيرُ

Dan berjihadlah kau pada jalan Allâh dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah menentukan kau dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kau dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allâh) telah menamai kau sekalian orang-orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (al-Qur’ân) ini, supaya Rasûl itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kau semua menjadi saksi atas segenap manusia, maka dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kau pada tali Allâh. Dia yakni Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik- baik Penolong. [Al-Hajj/22:78]

Sungguh, nikmat Islam merupakan nikmat yang tiada tara. Tidak ada nikmat lain apapun yang bisa menyamainya, kendatipun nikmat-nikmat Allâh yang lain itu begitu agung dan banyak yang tidak sepatutnya kita menghina dan merendahkannya, bahkan kita wajib untuk ingat dan bersyukur. Meski demikian, nikmat Islam merupakan nikmat Allâh yang paling agung. Islam yang dimaksud yakni Islam yang dibawa oleh Rasûlullâh Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena Islam merupakan nikmat teragung, maka diutusnya Rasûl ini pun juga merupakan nikmat yang agung. Karena Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menjelaskan Islam, yang membawanya, sekaligus yang menyerukannya. Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

لَقَدْ مَنَّ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولًا مِنْ أَنْفُسِهِمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُبِينٍ

Sungguh Allâh telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman dikala Allâh mengutus di antara mereka seorang Rasûl dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allâh, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka al-Kitab dan al-Hikmah. Dan bergotong-royong sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka yakni benar-benar dalam kesesatan yang nyata. [Ali Imrân /3:164]

Namun perlu diingat bahwa ada rintangan dan halangan yang bisa menghadang manusia,  yang terkadang bisa mengeluarkannya dari pagar Islam –bila ia sudah termasuk penganut Islam-. Atau bisa melemahkan cahaya Islam di hatinya, ataupun menghalanginya untuk masuk ke dalam Islam, bila ia bukan termasuk pemeluk Islam.

Ada banyak fitnah dahsyat yang menghadang manusia. Oleh lantaran itu, kita harus mengenali fitnah-fitnah tersebut; sebagaimana kita juga harus mengetahui jalan keluar dari fitnah-fitnah tersebut bila ia telah  menimpa.

Bertolak dari sinilah seorang Sahabat besar, Hudzaifah bin al-Yaman Radhiyallahu anhu mengatakan, “Orang-orang bertanya kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam wacana kebaikan, sedangkan saya bertanya kepada Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam wacana keburukan. Karena khawatir kalau-kalau saya terjatuh ke dalamnya.”

Jadi, mengetahui wacana Islam dan mengenalnya dengan seksama, mengetahui hukum-hukum dan rinciannya yakni kasus yang wajib. Kemudian juga (merupakan hal yang wajib) mengetahui perkara-perkara yang bisa memalingkan dari Islam, mengetahui hal-hal yang bisa menghalangi antara seorang hamba dengan Islam; atau penyakit-penyakit yang bisa melemahkan Islam dalam hatinya. Kita harus mengetahui aneka macam hal yang manfaat semoga bisa mengambil manfaat darinya juga mengetahui hal-hal yang membahayakan semoga bisa menghindari semua yang membahayakan. Sungguh, bila seseorang tidak mengetahui perkara-perkara yang membahayakan dan yang menyesatkan, bisa jadi, hal tersebut membuatnya binasa tanpa ia sadari, padahal Allâh Azza wa Jalla memerintahkan kita untuk berpegang teguh pada agama ini hingga kematian tiba menjemput. Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

 Dan janganlah sekali-kali kau mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. [Ali Imrân/ 3: 102]

Dan tidak diragukan lagi bahwa untuk bisa terus menerus berada dalam Islam, itu ada di tangan Allâh. Kita tidak mempunyai kuasa dan kemampuan untuk terus berada dalam Islam hingga kematian. Ini tidak lain yakni ada di tangan Allâh Azza wa Jalla . Namun kita berusaha menempuh jalan atau cara yang bisa mengakibatkan kita tetap eksis di atas Islam ini hingga kematian menjemput. Bila kita sudah mengambil sebab-sebab tersebut, maka sungguh Allâh Azza wa Jalla dengan anugerah dan karunia-Nya akan menyempurnakan nikmat-Nya kepada kita dan akan mewafatkan kita di atas Islam. Sebab, kita telah mengerahkan daya untuk mengambil dan melaksanakan sebab-sebab tersebut, dan kita telah berusaha untuk menggapai keselamatan, sementara Allâh Maha Santun lagi Maha Pemurah. Bila Allâh Azza wa Jalla melihat pada hamba-Nya ada semangat dan hasrat untuk meraih kebaikan; sekaligus ada kebencian dan kekhawatiran terhadap keburukan, maka bergotong-royong Allâh Subhanahu wa Ta’ala akan meluruskannya, akan menjaga, melindungi dan menganugerahkan agama-Nya untuknya, serta menyempurnakan kebaikan baginya.

Namun, bila Allâh Azza wa Jalla melihat hamba-Nya berpaling dan tidak berselera untuk mendapat kebaikan serta tidak membenci keburukan, maka bergotong-royong Allâh Subhanahu wa Ta’ala akan membiarkannya dalam kesesatan yang menjadi pilihannya; sebagai siksaan baginya, sekaligus bentuk keadilan dari-Nya. Allâh Azza wa Jalla berfirman:

وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَىٰ وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّىٰ وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ ۖ وَسَاءَتْ مَصِيرًا

Dan barangsiapa yang menentang Rasûl setelah terang kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk daerah kembali. [An-Nisâ’/ 4: 115]

Maka di sini tampak jelas, bahwa penyebab itu tiba dari arah hamba, yaitu ia menentang Rasûl dan tidak mengikuti jalan kaum Mukminin; Sedangkan eksekusi siksanya tiba dari Allâh Azza wa Jalla . Allâh Azza wa Jalla berfirman yang artinya, “Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk daerah kembali. [An-Nisâ’/4:115]

DEFINISI FITNAH

Sedangkan kata fitan yakni bentuk jamak dari kata fitnah. Maknanya yakni ujian dan cobaan semoga dengan hal itu bisa terlihat benarnya iman atau justru ia mempunyai sifat nifaq. Allâh berfirman:

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ آمَنَّا بِاللَّهِ فَإِذَا أُوذِيَ فِي اللَّهِ جَعَلَ فِتْنَةَ النَّاسِ كَعَذَابِ اللَّهِ

Dan di antara insan ada orang yang berkata: “Kami beriman kepada Allâh”, maka apabila ia disakiti (karena ia beriman) kepada Allâh, ia menganggap fitnah insan itu sebagai azab Allâh. [Al-Ankabût /29: 10]

Ia tidak tabah dan tabah menghadapi fitnah (cobaan) semoga bisa bangun kokoh di atas kebenaran, bahkan ia lari meninggalkan agamanya dan menempuh hal-hal yang bisa memalingkannya dari Islam. Ia menyangka bahwa dengan begitu ia bisa selamat. Namun justru ia hanya keluar dari keburukan menuju keburukan yang lebih besar dan parah. Perumpamaannya mirip orang yang menghindari kerikil yang panas menyengat dengan berlindung pada api. Ia menjadikan fitnah (cobaan) insan seakan-akan ia yakni adzab dari Allâh Azza wa Jalla . Apakah cobaan dari insan sebanding dengan adzab Allâh?! Sesungguhnya bila ia meninggalkan agamanya, dan merespon usul orang-orang yang mengakibatkan fitnah serta menyepakati mereka, berarti ia telah keluar untuk menuju pada adzab Allâh Subhanahu wa Ta’ala . Kalaulah ia bersabar menghadapi gangguan insan dan bersabar menghadapi ulah para hamba, dan ia tetap berpegang teguh pada agamanya, tentu sakit yang ia rasakan hanyalah sementara. Sedangkan kelapangan dari Allâh Azza wa Jalla begitu dekat, dan karenanya justru terpuji. Akan tetapi sebaliknya, bila ia tidak bersabar menghadapi gangguan dan fitnah manusia, bahkan ia tunduk patuh pada mereka dalam kemaksiatan kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala , dan melayani apa yang mereka minta berupa kufur kepada Allâh, maka itu artinya beliau lebih menentukan menuju adzab Allâh yang sangat pedih.

Jadi, fitnah yakni cobaan dan ujian, semoga dengan itu bisa tampak siapa yang lapang dada dalam imannya, yang tegar di atas akidahnya, dan siapa yang ragu lagi bimbang, yang kala tornado fitnah gres bergerak pada awal permulaannya, ia sudah eksklusif oleng dihantamnya.

Semoga Allâh Azza wa Jalla menjadikan kita termasuk orang-orang yang tabah dan tegar dalam menghadapi aneka macam fitnah terus menghempas-red

DEFINISI MEMAHAMI AGAMA

Paham agama, distilahkan dengan sebutan al-fiqhu fi ad-dîn. Kata al-fiqh secara bahasa berarti memahami. Sedangkan secara syara’, fiqh yakni memahami hukum-hukum Allâh Subhanahu wa Ta’ala yang ada dalam Kitabullah dan Sunnah Rasûl-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena Allâh Azza wa Jalla menurunkan al-Qur’ân ini dan juga menurunkan Sunnah Nabi sebagai petunjuk bagi manusia. Di dalamnya terdapat petunjuk; juga terdapat klarifikasi segala sesuatu yang diharapkan oleh para hamba dalam urusan agama mereka; dan juga hal-hal yang bisa menciptakan mereka senang di dunia dan akhirat. Allâh Subhanahu wa Ta’ala menjadikan Kitab ini mengandung segala hal yang diharapkan umat manusia. Di samping Kitab ini, terdapat juga klarifikasi dan Sunnah Rasûl Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menjadi penjelas bagi al-Qur’ân dan penafsir dari al-Qur’ân. Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ

Dan Kami turunkan kepadamu al-Qur’ân, semoga kau mengambarkan pada umat insan apa yang telah diturunkan kepada mereka. [An-Nahl/16:44]

Rasûl yang memperlihatkan klarifikasi dan yang memberikan serta yang menafsirkan Kitab yang agung ini. Makara di dalam al-Kitab dan as-Sunnah terdapat petunjuk yang mengentaskan kita dari kesesatan; dan terdapat klarifikasi wacana jalan kebaikan dan jalan keburukan.

Jadi, memahami agama, maksudnya kita mengerti dan memahami dari Kitabullah dan Sunnah Rasûl-Nya n wacana aturan dari segala problematika yang menghadang kita, dan segala fitnah yang tiba kepada kita. Sehingga kita bisa menghindari fitnah-fitnah tersebut dan mengambil jalan keselamatan. Inilah yang dinamakan al-fiqhu fi ad-dîn.

Allâh Subhanahu wa Ta’ala telah memerintahkan al-fiqhu fi ad-dîn (usaha untuk memahamai agama). Dan Allâh mencela orang-orang yang tidak mau ber-tafaqquh fi ad-dîn. Allâh Azza wa Jalla berfirman:

فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ

Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka wacana agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu sanggup menjaga dirinya. [At-Taubah / 9:122]

Allâh Azza wa Jalla menyebutkan sifat kaum munafik yaitu mereka tidak memahami. Artinya mereka tidak memahami hukum-hukum Allâh Subhanahu wa Ta’ala . Sebab mereka tidak menghendakinya, dan tidak mengindahkan dan tidak memperhatikannya. Oleh lantaran itu, mereka menjadi orang-orang yang tidak memahami.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun XIX/1437H/2016M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]



Sumber: https://almanhaj.or.id/6679-memahami-agama-garda-pelindung-dari-fitnah.html

Advertisement