-->

Mencintai Allah Dan Rasul-Nya Butuh Kejujuran, Bukan Pengakuan

Mencintai Allah Dan Rasul-Nya Butuh Kejujuran, Bukan Pengakuan
Mencintai Allah Dan Rasul-Nya Butuh Kejujuran, Bukan Pengakuan

Dalam urusan menyayangi bukanlah hal yang gampang apa lagi dikala kita berbicara wacana Mencintai Allah Dan Rasul-Nya Butuh Kejujuran, Bukan Pengakuan,dan apakah kita telah benar benar menyayangi Allah dan Rasulnya dengan nrimo dan penuh kejujuran layaknya menyayangi seorang kekasih (katanya).



Tidak ada seorang muslim pun yang hidup di bumi Allah kecuali beliau mengaku bahwa dirinya sungguh-sungguh dan jujur dalam menyayangi Allah dan Rasul-Nya.  Senantiasa mengagungkan syariat-syariat-Nya.

Akan tetapi, Allah ‘Azza wa Jalla hendak meletakkan barometer yang dengannya diketahui seberapa jauh cinta seorang hamba kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan rasul-Nya; apakah kecintaan itu benar-benar jujur sebuah cinta atau justru hanya sebuah ratifikasi tanpa bukti.

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,

قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ. قُلْ أَطِيعُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ ۖ فَإِن تَوَلَّوْا فَإِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْكَافِرِينَ

“Katakanlah: ‘Jika kau (benar-benar) menyayangi Allah, ikutilah aku, pasti Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu’. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Katakanlah: ‘Taatilah Allah dan Rasul-Nya; jikalau kau berpaling, maka bersama-sama Allah tidak menyukai orang-orang kafir.” (QS. Ali Imran: 31, 32)
Imam Ibnu Katsir menjelaskan tafsir ayat di atas, “Ayat ini enjadi hakim atas siapapun yang mengaku dirinya menyayangi Allah ‘Azza wa Jalla tapi tidak berada di atas syariat Muhammad. Maka beliau telah berdusta atas pengakuannya itu hingga beliau mengikuti syariat Muhammad dalam semua perkataan dan perbuatannya.”

Maka, setiap muslim harus selalu berusaha menggapai ridha Allah ‘Azza wa Jalla meskipun itu terkadang berkonsekuensi menciptakan seluruh penduduk bumi murka. Namun, tujuan hakiki dari perjalanan hidup ini hanyalah ridha Allah ‘Azza wa Jalla.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كُلُّ أُمَّتِي يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ إِلَّا مَنْ أَبَى. قَالُوا: يَا رَسُولَ اللهِ وَمَنْ يَأْبَى؟ قَالَ: مَنْ أَطَاعَنِي دَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ أَبَى

“Seluruh umatku akan masuk jannah, kecuali yang enggan.” Para sobat bertanya: “Wahai Rasulullah, siapa yang enggan?” Beliau menjawab: “Barangsiapa yang menaatiku maka beliau pasti masuk jannah, sedangkan barangsiapa yang mendurhakaiku maka sungguh beliau telah enggan (masuk jannah).” (HR. Al-Bukhari. Shahih al-Jami’, 4513)
Mencintai Allah dan Rasul-Nya Perlu Diukur Kadarnya
Seorang hamba semestinya selalu melihat keadaannya dengan Allah ‘Azza wa Jalla melalui ayat dan hadits di atas; apakah masih berada di atas syariat Allah ‘Azza wa Jalla dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga layak untuk mengaku cinta kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan rasul-Nya.

Bahkan, seorang hamba harus mengukur kadar cintanya kepada Allah dan rasul-Nya dengan barometer tingkat cinta para sobat radhiyallahu ‘anhum kepada Allah dan rasul-Nya.

Saat itulah seorang hamba akan melihat hakikat yang terang benderang. Mereka itulah yang disebut Allah dengan, “Allah ‘Azza wa Jalla telah meridhai mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya.”

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,

مِّنَ الْمُؤْمِنِينَ رِجَالٌ صَدَقُوا مَا عَاهَدُوا اللَّهَ عَلَيْهِ ۖ فَمِنْهُم مَّن قَضَىٰ نَحْبَهُ وَمِنْهُم مَّن يَنتَظِرُ ۖ وَمَا بَدَّلُوا تَبْدِيلًا

“Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka tidak merubah (janjinya).” (QS. Al-Ahzab: 23)
Maksud dari ayat di atas, menyayangi Allah ‘Azza wa Jalla merupakan tujuan utama dan menjadi kewajiban setiap muslim.

Di antara bukti cinta itu ialah firman Allah ‘Azza wa Jalla, “Dia menyayangi mereka dan mereka mencintai-Nya.”

Ayat, “Dan orang-orang yang beriman lebih menyayangi Allah ‘Azza wa Jalla,” ini merupakan dalil untuk menetapkan kecintaan kepada Allah ‘Azza wa Jalla.

Di antara bentuk kecintaan para sobat Nabi kepada Rabb mereka adalah, tidak adanya satu perintah pun yang tiba dari Allah ‘Azza wa Jalla kecuali mereka mengatakan, “Kami mendengar dan kami taat.” Jika tiba larangan dari Allah ‘Azza wa Jalla, mereka mengatakan, “Kami mendengar dan kami berhenti.”

Dalam sebuah hadits disebutkan, bahwa seorang pria tiba kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia berkata,

“Wahai rasulullah, kapan selesai zaman akan terjadi?”

Rasulullah menjawab, “Apa yang sudah engkau persiapkan?”

Laki-laki tersebut menjawab, “Cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.”

Beliau lantas bersabda, “Sesunguhnya engkau bersama pihak yang engkau cintai.”

Anas berkata, “Tidak ada kegembiraan sesudah kami masuk Islam yang lebih besar dari sabda Nabi, “Sesungguhnya engkau bersama pihak yang engkau cintai.”

Anas berkata, “Saya menyayangi Allah ‘Azza wa Jalla, rasul-Nya, Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu, dan Umar bin Khattab radhyallahu ‘anhu. Saya berharap biar bersama mereka walaupun saya tidak berinfak dengan amalan mereka.” (HR. Muslim. Kitab Al-Birr wa ash-Shilah) (disadur dari kitab Rihlah Ma’a ash-Shadiqin karya Mahmud al-Mishri Abu Ammar) wallahu a’lam.
Demikianlah apa yang sanggup kami sampaikan biar sanggup menunjukkan manfaat untuk kita semua.
Dan marilah kita menyayangi Allah dengan sungguh sungguh penuh dengan kejujuran.
Bukan hanya sekedar lisan.
Tapi pembuktian.

Advertisement