Di kisahkan di suatu desa, ada seorang lelaki yang berjulukan fulan yang dianggap berkelakukan ajaib oleh sekitarnya entah dari mana asalnya, tak satupun dari penduduk desa itu mengetahuinya. Tiba-tiba saja hadir disana.
Kegilaannya biasa tiba pada malam hari. fulan akan bersyair dalam kegilaannya. Pada siang hari, terkadang ia berlari berkeliling pasar atau ikut bermain dengan anak-anak.
Para penduduk sudah biasa melihat tingkah lakunya. Mereka tidak khawatir pada anak mereka sebab si fulan tidak pernah menyakiti orang lain terlebih lagi ia sangat sayang pada anak kecil.
Ada saja orang yang kasihan dan membawakan makanan untuknya buat berbuka puasa. Setahu mereka, fulan tidak pernah terlihat berbuka siang hari. Tiada putus puasanya.
Yang lebih mengherankan lagi, fulan tidak mau tidur di sembarang tempat. Ia lebih suka tidur di emper satu-satunya masjid di desa itu. Ia selalu tidur pada pagi hingga petang dan berjaga pada malam hari.
Suatu malam, kala kegilaannya tiba fulan pun bersyair:
Wahai kekasih…
Padamu saya memuji
Padamu saya berbakti
Engkaulah yang saya cintai
Wahai kekasih…
Jangan kamu tinggalkan aku
Jangan kamu benci aku
Jangan kamu cemburui aku
Karena cintaku hanya untukmu
Setelah bersyair berulang-ulang memuji kekasihnya iapun mengakhiri syairnya dengan menangis.
Siang itu singgahlah seorang musafir di masjid. Setelah sholat dhuhur ia keluar dan mendekati fulan yang sedang tidur. Ia mencoba membangunkannya. Tetapi fulan tetap saja nyenyak dalam tidurnya.
“Wahai orang yang sedang tidur, tidakkah engkau ingin melakukan sholat dhuhur ? Janganlah engkau lewatkan waktu sholatmu dengan tidur panjangmu”, kata musafir itu sambil terus membangunkan fulan.
Fulan jadinya bangkit dan menatap si musafir kemudian berkata,
“Apa pedulimu denganku ? Aku sedang bermimpi bersama kekasihku. Tetapi engkau telah mengusik keasyikanku dengan sang kekasih”
“Tidakkah engkau ingin melakukan sholat untuk menyembah tuhanmu?”, tanyanya.
“Tuhan? Tuhan yang mana? saya tidak menyembah Tuhan. tiada sedikitpun kusimpan kata Tuhan dalam hatiku. Tiada Tuhan..Tiada Tuhan..”, jawabnya.
“Masya Allah, mengapa kamu berkata menyerupai itu?”, tanyanya lagi pada fulan.
“Aku hanya memuja sang kekasih dan tiada daerah untuk yang kuasa dihatiku”, tekannya dalam jawaban.
“Apakah agamamu, wahai orang yang tidak bertuhan?”, tanya sang musafir sedikit geram sebab tidak percayanya sang musafir akan perkataan si fulan.
“Aku? Aku tidak beragama. Aku hanya bercinta kasih. Lalu apa agamamu?”, kata fulan balik bertanya.
“Tidakkah engkau lihat saya berada dalam masjid. Tentunya saya yaitu seorang muslim”, terang musafir masih dalam kebingungan.
“Bila engkau muslim. Aku ingin bertanya dimanakah Tuhanmu berada, wahai orang yang banyak tanya?”,
Pertanyaan si fulan ini menciptakan si musafir tak sanggup berkata-kata. Ia membisu bagai seorang bisu. Lalu pergi meninggalkan fulan.
“Bah, engkau mengganggu tidurku saja ! Menyuruhku sholat tetapi engkau sendiri tidak tahu dimana Tuhanmu berada”, kata fulan sambil melanjutkan tidur siangnya.
Wahai kekasih… wahai kekasih…
Tidak berpengaruh saya menahan kerinduan ini
Tiada sabar saya untuk berjumpa denganmu
Tiada kuasa saya untuk menggapaimu
Wahai kekasih… Wahai pujaan hati..
Kegilaanku akan dirimu semakin menjadi
Wahai kekasih… Wahai dambaan hati..
Kegilaannya biasa tiba pada malam hari. fulan akan bersyair dalam kegilaannya. Pada siang hari, terkadang ia berlari berkeliling pasar atau ikut bermain dengan anak-anak.
Para penduduk sudah biasa melihat tingkah lakunya. Mereka tidak khawatir pada anak mereka sebab si fulan tidak pernah menyakiti orang lain terlebih lagi ia sangat sayang pada anak kecil.
Ada saja orang yang kasihan dan membawakan makanan untuknya buat berbuka puasa. Setahu mereka, fulan tidak pernah terlihat berbuka siang hari. Tiada putus puasanya.
Yang lebih mengherankan lagi, fulan tidak mau tidur di sembarang tempat. Ia lebih suka tidur di emper satu-satunya masjid di desa itu. Ia selalu tidur pada pagi hingga petang dan berjaga pada malam hari.
Suatu malam, kala kegilaannya tiba fulan pun bersyair:
Wahai kekasih…
Padamu saya memuji
Padamu saya berbakti
Engkaulah yang saya cintai
Wahai kekasih…
Jangan kamu tinggalkan aku
Jangan kamu benci aku
Jangan kamu cemburui aku
Karena cintaku hanya untukmu
Setelah bersyair berulang-ulang memuji kekasihnya iapun mengakhiri syairnya dengan menangis.
Siang itu singgahlah seorang musafir di masjid. Setelah sholat dhuhur ia keluar dan mendekati fulan yang sedang tidur. Ia mencoba membangunkannya. Tetapi fulan tetap saja nyenyak dalam tidurnya.
Fulan jadinya bangkit dan menatap si musafir kemudian berkata,
“Apa pedulimu denganku ? Aku sedang bermimpi bersama kekasihku. Tetapi engkau telah mengusik keasyikanku dengan sang kekasih”
“Tidakkah engkau ingin melakukan sholat untuk menyembah tuhanmu?”, tanyanya.
“Tuhan? Tuhan yang mana? saya tidak menyembah Tuhan. tiada sedikitpun kusimpan kata Tuhan dalam hatiku. Tiada Tuhan..Tiada Tuhan..”, jawabnya.
“Masya Allah, mengapa kamu berkata menyerupai itu?”, tanyanya lagi pada fulan.
“Aku hanya memuja sang kekasih dan tiada daerah untuk yang kuasa dihatiku”, tekannya dalam jawaban.
“Apakah agamamu, wahai orang yang tidak bertuhan?”, tanya sang musafir sedikit geram sebab tidak percayanya sang musafir akan perkataan si fulan.
“Aku? Aku tidak beragama. Aku hanya bercinta kasih. Lalu apa agamamu?”, kata fulan balik bertanya.
“Tidakkah engkau lihat saya berada dalam masjid. Tentunya saya yaitu seorang muslim”, terang musafir masih dalam kebingungan.
“Bila engkau muslim. Aku ingin bertanya dimanakah Tuhanmu berada, wahai orang yang banyak tanya?”,
Pertanyaan si fulan ini menciptakan si musafir tak sanggup berkata-kata. Ia membisu bagai seorang bisu. Lalu pergi meninggalkan fulan.
“Bah, engkau mengganggu tidurku saja ! Menyuruhku sholat tetapi engkau sendiri tidak tahu dimana Tuhanmu berada”, kata fulan sambil melanjutkan tidur siangnya.
Wahai kekasih… wahai kekasih…
Tidak berpengaruh saya menahan kerinduan ini
Tiada sabar saya untuk berjumpa denganmu
Tiada kuasa saya untuk menggapaimu
Wahai kekasih… Wahai pujaan hati..
Kegilaanku akan dirimu semakin menjadi
Wahai kekasih… Wahai dambaan hati..
Aku sebut selalu namamu dan kupatri dalam hatiku
Musafir yang tadi siang membangunkannya, rupanya sedang mengamati dari kejauhan segala apa yang telah diperbuat fulan. Tidak percaya pada fulan yang syair-syairnya berisikan kalimat-kalimat cinta yang indah. Tidak percaya bahwa fulan yaitu seorang yang gila.
Karena rasa ingin tau pada apa yang telah fulan perbuat tadi siang padanya, iapun berjalan mendekati fulan. dan memberi salam,
“Assalamu’alaikum, wahai fulan …”.
fulan menoleh dan membalas salamnya, “‘Waalaikumussalam…”.
“Sedang apakah engkau disini seorang diri?”, tanya musafir
“Aku sedang memuji kekasihku…”, jawabnya, “Apakah keperluanmu malam begini berada disini?” ”
“Aku sedang memperhatikanmu dari kejauhan..”, jelasnya.
“Tidak adakah pekerjaan yang bermanfaat bagimu selain memperhatikanku dalam bersyair..”, tanya si fulan lagi.
“Aku hanya berpikir wacana isi dari syair indah yang engkau dendangkan wahai fulan”, jawabnya.
“Mengapa engkau tidak sholat menyembah Tuhanmu?”, tanya fulan sambil berdiri
“Aku ingin tau akan kata-katamu tadi siang yang menciptakan saya berpikir panjang dengan segala yang kamu ucapkan. maukah engkau memberiku klarifikasi di mana Tuhan itu berada?”, mohon musafir itu pada fulan. “Selama ini engkau menyembah-Nya tetapi engkau sama sekali tidak tahu dimana Ia berada. Sungguh sia-sia segala apa yang engkau kerjakan itu, wahai musafir..”, jelasnya,
“Tuhan itu banyak..dan jangan sekali-kali lagi engkau berkata menyembah Tuhan sebab engkau akan berada dalam kesesatan. Engkau pasti bertanya mengapa saya tidak bertuhan dan mengapa tidak beragama, bukan?”,
Musafir itu menganggukkan kepala.
“Aku tidak menyembah yang kuasa tetapi saya menyembah sang kekasih, yaitu Allah
Subhaanahu wa Ta’ala.
Mengapa saya menyampaikan tidak beragama? Karena Allah tidak lagi memberatkannya padaku. Karena saya telah menjadi kekasihNya. Apapun yang Dia pilihkan padaku, itulah yang terbaik buatku walau neraka yang diinginkan-Nya untukku.
Aku bersedia masuk kedalamnya dengan cinta kasih-Nya. Untuk apa saya menentukan sorga jikalau tidak sanggup menjadi kekasih-Nya dan tidak sanggup berjumpa serta melihat keindahan wajah-Nya yang Maha Indah itu.
Aku tulus mendapatkan kegilaanku sebab ingin selalu bercinta dengan-Nya. Inilah kehendak yang Dia inginkan buat kebaikanku.
“Inilah kesucian cinta yang Dia inginkan dariku”, katanya menjelaskan pada musafir itu.
“Astaghfirullah … Maha Suci Engkau, Ya Allah, dari segala prasangka jelek hamba-Mu..”, mohonnya pada Allah sehabis mendengarkan klarifikasi dari fulan.
“Tapi mengapa sewaktu saya menyuruhmu sholat tadi siang engkau menolak?”, lanjutnya.
“Apakah setiap perbuatan selalu harus saya pamerkan kepada semua manusia?
“Apakah engkau mengetahui kapan saya sholat tadi siang?”, fulan balik bertanya.
“Tidak…”, jawab Musafir.
“Sesungguhnya amal yang baik yaitu jikalau ajun beramal tidak diketahui oleh tangan kirinya. janganlah engkau pamerkan segala amal yang engkau lakukan sebab itu semua akan menjauhkanmu dari Allah.
Engkau akan memakan puji-pujian orang kemudian engkau akan menjadi riya’ karenanya.
Bukankah tidak jauh dari desa ini ada sebuah hutan? Aku pergi kesana untuk melakukan sholat dan meninggalkan tubuhku tetap terbaring dalam nyenyaknya tidur, semoga orang melihat apa yang saya perbuat. dan tetap menyerupai itu pandangan mereka”, si fulan menjelaskan.
“Lalu dengan apakah caranya engkau sholat jikalau tubuhmu engkau biarkan terbaring dalam nyenyaknya tidur di depan masjid ini?”, rasa ingin tahu musafir itu semakin menjadi.
“Aku menggunakan badan kekasihku. Yang Maha Dhohir dan Maha Bathin”, jawab si fulan dan lanjutnya lagi,
“Besok siang, sehabis sholat dhuhur lihatlah tubuhku yang berbaring nyenyak di depan masjid. jangan sekali-kali engkau ganggu tidurku. Lalu pergilah engkau ke hutan sana”
“Baiklah..aku akan menuruti perkataanmu”,
Musafir itu menyetujui undangan fulan. Setelah memberi salam, iapun bergi meninggalkan fulan yang mulai bersyair lagi.
Keesokan harinya, sehabis selesai sholat dhuhur, musafir itu memperhatikan fulan yang sedang nyenyak dalam tidurnya. Dan iapun bergegas pergi menuju hutan yang dimaksud. ia mencari-cari dimana fulan berada.
Musafir itu sempat terkejut dikala mendapati fulan sedang melakukan sholat dhuhur di bawah teduhnya sebuah pohon tinggi. Ia menunggu hingga selesainya fulan melakukan sholat.
Setelah salam dan berdo’a, fulan mendekati musafir yang semenjak tadi dalam kebingungan.
“Wahai fulan.., saya tidak mengerti apa yang sedang engkau lakukan. Aku dapati tubuhmu terbaring dalam tidur yang nyenyak di depan masjid. Dan saya disini mendapati pula engkau yang bertubuh melakukan sholat. Padahal engkau katakan semalam bahwa engkau pergi kesini dengan menggunakan badan kekasihmu”, jelasnya masih belum sadar dari kebingungannya.
“Wahai anak muda, apakah engkau ragu akan kekuasaan ALLAH?”, tanya fulan. Musafir itu menggelengkan kepala.
“Allah berkuasa pada semua orang pilihan-Nya. tiada tidak mungkin segala apa yang Dia perbuat. Mata yang engkau punyai itu yaitu mata kasar. Bila engkau memiliki mata halus pasti engkau tiada mendapati saya disana.
Itu hanyalah bayanganku saja. dan badan asliku yang bahu-membahu ada disini, berada dihadapanmu. mengapa pula saya katakan saya menggunakan badan kekasihku?
Karena jikalau engkau melihat pada awal kejadian, bahwa bahu-membahu badan ini hanya menghijab (mendindingi) kenyataan sebenarnya. dinding itu akan hilang jikalau engkau telah menyerahkan segalanya pada Allah.
Bila engkau tiada melihat dinding itu, maka engkau telah menggunakan pakaian bahu-membahu yaitu pakaian ruh.
Tetapi saya tidak sanggup menjelaskannya padamu wacana segala sesuatu mengenai ruh sebab ruh itu yaitu urusan ALLAH. Mereka yang tidak mengerti akan menghalalkan darahku”, jelasnya.
“Aku sedikit paham apa-apa yang telah engkau jelaskan, wahai fulan”, kata musafir itu.
“Sekarang lihatlah apa yang ada dibalik jubahku ini”, kata fulan sambil menyampaikan sesuatu di balik jubahnya.
Cahaya terang memancar dari dadanya dan menyilaukan mata musafir itu. Karena terkejut dan takjubnya akan terangnya cahaya itu, iapun pingsan. Tak berapa lama, ia sadar dari pingsan dan tidak mendapati lagi fulan di sana. Ia pun berlari untuk menemui fulan yang sedang terbaring nyenyak di depan masjid.
Sesampainya disana, ia membuka selimut yang menutupi badan sifulan. Betapa terkejutnya lagi ia sebab dibalik selimut itu hanya
didapati tumpukan-tumpukan batu.
“Masya ALLAH… Maha Suci Engkau, Ya… ALLAH…”, panjatnya dalam keheranan.
“Ya ALLAH, siapakah fulan ini sebenarnya? siapakah orang yang misterius ini? Siapakah seorang penyair ajaib ini?”, tanyanya dalam hati.
Iapun pergi dengan membawa bermacam kebingungan dan selalu memohon petunjuk pada ALLAH siapa bahu-membahu orang ajaib yang ia temui itu.
Musafir yang tadi siang membangunkannya, rupanya sedang mengamati dari kejauhan segala apa yang telah diperbuat fulan. Tidak percaya pada fulan yang syair-syairnya berisikan kalimat-kalimat cinta yang indah. Tidak percaya bahwa fulan yaitu seorang yang gila.
Karena rasa ingin tau pada apa yang telah fulan perbuat tadi siang padanya, iapun berjalan mendekati fulan. dan memberi salam,
“Assalamu’alaikum, wahai fulan …”.
fulan menoleh dan membalas salamnya, “‘Waalaikumussalam…”.
“Sedang apakah engkau disini seorang diri?”, tanya musafir
“Aku sedang memuji kekasihku…”, jawabnya, “Apakah keperluanmu malam begini berada disini?” ”
“Aku sedang memperhatikanmu dari kejauhan..”, jelasnya.
“Tidak adakah pekerjaan yang bermanfaat bagimu selain memperhatikanku dalam bersyair..”, tanya si fulan lagi.
“Aku hanya berpikir wacana isi dari syair indah yang engkau dendangkan wahai fulan”, jawabnya.
“Mengapa engkau tidak sholat menyembah Tuhanmu?”, tanya fulan sambil berdiri
“Aku ingin tau akan kata-katamu tadi siang yang menciptakan saya berpikir panjang dengan segala yang kamu ucapkan. maukah engkau memberiku klarifikasi di mana Tuhan itu berada?”, mohon musafir itu pada fulan.
“Tuhan itu banyak..dan jangan sekali-kali lagi engkau berkata menyembah Tuhan sebab engkau akan berada dalam kesesatan. Engkau pasti bertanya mengapa saya tidak bertuhan dan mengapa tidak beragama, bukan?”,
Musafir itu menganggukkan kepala.
“Aku tidak menyembah yang kuasa tetapi saya menyembah sang kekasih, yaitu Allah
Subhaanahu wa Ta’ala.
Mengapa saya menyampaikan tidak beragama? Karena Allah tidak lagi memberatkannya padaku. Karena saya telah menjadi kekasihNya. Apapun yang Dia pilihkan padaku, itulah yang terbaik buatku walau neraka yang diinginkan-Nya untukku.
Aku bersedia masuk kedalamnya dengan cinta kasih-Nya. Untuk apa saya menentukan sorga jikalau tidak sanggup menjadi kekasih-Nya dan tidak sanggup berjumpa serta melihat keindahan wajah-Nya yang Maha Indah itu.
Aku tulus mendapatkan kegilaanku sebab ingin selalu bercinta dengan-Nya. Inilah kehendak yang Dia inginkan buat kebaikanku.
“Inilah kesucian cinta yang Dia inginkan dariku”, katanya menjelaskan pada musafir itu.
“Astaghfirullah … Maha Suci Engkau, Ya Allah, dari segala prasangka jelek hamba-Mu..”, mohonnya pada Allah sehabis mendengarkan klarifikasi dari fulan.
“Tapi mengapa sewaktu saya menyuruhmu sholat tadi siang engkau menolak?”, lanjutnya.
“Apakah setiap perbuatan selalu harus saya pamerkan kepada semua manusia?
“Apakah engkau mengetahui kapan saya sholat tadi siang?”, fulan balik bertanya.
“Tidak…”, jawab Musafir.
“Sesungguhnya amal yang baik yaitu jikalau ajun beramal tidak diketahui oleh tangan kirinya. janganlah engkau pamerkan segala amal yang engkau lakukan sebab itu semua akan menjauhkanmu dari Allah.
Engkau akan memakan puji-pujian orang kemudian engkau akan menjadi riya’ karenanya.
Bukankah tidak jauh dari desa ini ada sebuah hutan? Aku pergi kesana untuk melakukan sholat dan meninggalkan tubuhku tetap terbaring dalam nyenyaknya tidur, semoga orang melihat apa yang saya perbuat. dan tetap menyerupai itu pandangan mereka”, si fulan menjelaskan.
“Lalu dengan apakah caranya engkau sholat jikalau tubuhmu engkau biarkan terbaring dalam nyenyaknya tidur di depan masjid ini?”, rasa ingin tahu musafir itu semakin menjadi.
“Aku menggunakan badan kekasihku. Yang Maha Dhohir dan Maha Bathin”, jawab si fulan dan lanjutnya lagi,
“Besok siang, sehabis sholat dhuhur lihatlah tubuhku yang berbaring nyenyak di depan masjid. jangan sekali-kali engkau ganggu tidurku. Lalu pergilah engkau ke hutan sana”
“Baiklah..aku akan menuruti perkataanmu”,
Musafir itu menyetujui undangan fulan. Setelah memberi salam, iapun bergi meninggalkan fulan yang mulai bersyair lagi.
Keesokan harinya, sehabis selesai sholat dhuhur, musafir itu memperhatikan fulan yang sedang nyenyak dalam tidurnya. Dan iapun bergegas pergi menuju hutan yang dimaksud. ia mencari-cari dimana fulan berada.
Musafir itu sempat terkejut dikala mendapati fulan sedang melakukan sholat dhuhur di bawah teduhnya sebuah pohon tinggi. Ia menunggu hingga selesainya fulan melakukan sholat.
Setelah salam dan berdo’a, fulan mendekati musafir yang semenjak tadi dalam kebingungan.
“Wahai fulan.., saya tidak mengerti apa yang sedang engkau lakukan. Aku dapati tubuhmu terbaring dalam tidur yang nyenyak di depan masjid. Dan saya disini mendapati pula engkau yang bertubuh melakukan sholat. Padahal engkau katakan semalam bahwa engkau pergi kesini dengan menggunakan badan kekasihmu”, jelasnya masih belum sadar dari kebingungannya.
“Wahai anak muda, apakah engkau ragu akan kekuasaan ALLAH?”, tanya fulan. Musafir itu menggelengkan kepala.
“Allah berkuasa pada semua orang pilihan-Nya. tiada tidak mungkin segala apa yang Dia perbuat. Mata yang engkau punyai itu yaitu mata kasar. Bila engkau memiliki mata halus pasti engkau tiada mendapati saya disana.
Itu hanyalah bayanganku saja. dan badan asliku yang bahu-membahu ada disini, berada dihadapanmu. mengapa pula saya katakan saya menggunakan badan kekasihku?
Karena jikalau engkau melihat pada awal kejadian, bahwa bahu-membahu badan ini hanya menghijab (mendindingi) kenyataan sebenarnya. dinding itu akan hilang jikalau engkau telah menyerahkan segalanya pada Allah.
Bila engkau tiada melihat dinding itu, maka engkau telah menggunakan pakaian bahu-membahu yaitu pakaian ruh.
Tetapi saya tidak sanggup menjelaskannya padamu wacana segala sesuatu mengenai ruh sebab ruh itu yaitu urusan ALLAH. Mereka yang tidak mengerti akan menghalalkan darahku”, jelasnya.
“Aku sedikit paham apa-apa yang telah engkau jelaskan, wahai fulan”, kata musafir itu.
“Sekarang lihatlah apa yang ada dibalik jubahku ini”, kata fulan sambil menyampaikan sesuatu di balik jubahnya.
Cahaya terang memancar dari dadanya dan menyilaukan mata musafir itu. Karena terkejut dan takjubnya akan terangnya cahaya itu, iapun pingsan. Tak berapa lama, ia sadar dari pingsan dan tidak mendapati lagi fulan di sana. Ia pun berlari untuk menemui fulan yang sedang terbaring nyenyak di depan masjid.
Sesampainya disana, ia membuka selimut yang menutupi badan sifulan. Betapa terkejutnya lagi ia sebab dibalik selimut itu hanya
didapati tumpukan-tumpukan batu.
“Masya ALLAH… Maha Suci Engkau, Ya… ALLAH…”, panjatnya dalam keheranan.
“Ya ALLAH, siapakah fulan ini sebenarnya? siapakah orang yang misterius ini? Siapakah seorang penyair ajaib ini?”, tanyanya dalam hati.
Iapun pergi dengan membawa bermacam kebingungan dan selalu memohon petunjuk pada ALLAH siapa bahu-membahu orang ajaib yang ia temui itu.
والله أعلم بالصواب
Advertisement