Sahabat, sudah menikah bertahun-tahun bahkan puluhan tahun tapi masih tinggal di rumah kontrakan?
Anak sudah besar-besar tapi masih sempit-sempitan di rumah petakan yang hanya punya 3 ruang?
Sebenarnya tidak ada salahnya selama kita masih terpelajar bersyukur. Salah satu cirinya yakni dengan tidak mengeluh atau merasa aib atas kondisi yang kita jalani.
Akan tetapi, cibiran orang lain, atau rasa aib dan gengsi sering memancing kita untuk bertengkar dengan pasangan, memaksa suami semoga segera mengumpulkan uang untuk beli rumah, bayar DP KPR di bank.
Padahal jangankan bayar uang cicilan rumah tiap bulan, uang makan dan bayar kontrakan saja sering nunggak atau telat.
Akhirnya, sebab ‘maksa’ punya rumah, hidup jadi dipusingkan dengan tagihan cicilan rumah, cicilan kredit furniture, dll.
Perlu kita ingat kembali bahwa kebahagiaan dan keberkahan rumah tangga bukan terletak pada apa yang kita miliki, melainkan pada apa yang telah kita kontribusikan pada masyarakat.
Bukannya bertanya, “Sudah punya rumah belum? Sudah punya kendaraan beroda empat belum?”
Tapi seharusnya kita menanyakan pada diri sendiri dan pasangan, “Kontribusi apa yang sudah kita berikan pada masyarakat, minimal lingkungan sekitar rumah?”
Jadi, jangan pernah aib hanya sebab belum punya rumah sendiri dan masih tinggal mengontrak. Malu lah kalau kita tidak membawa manfaat apapun untuk masyarakat.
Advertisement