Siang dan malam silih berganti, alangkah sangat indah ketika kita mentadabburkan diri untuk mencari tentang apa hakikat hidup ini, pergantian siang dan malam itu menandakan bahwa setelah gelap terbitlah terang, seperti indonesia ini setelah dijajah dengan ketidak adilan dan kesewenang-wenangan, akhirnya dengan pertolongan tuhan Yang Maha Esa indonesia menjadi negara yang merdeka secara de-jure, namun secara de-facto masih banyak yang perlu dibenahi tentang apa tujuan negara indonesia ini, yang tercantum dalam Pancasila dan UUD 1945, di dalam pancasila sila ke-tiga tertera ” persatuan indonesia ”.
Sebuah persatuan bernegara tak hanya memandang dari keturunan dan jalur kekerabatan, namun perbedaan suku, bangsa,ras,dan agama,kita harus menjunjung tinggi nilai-nilai kebangsaan. arus adalah arah yang tak mesti lurus, maka memprioritaskan kemaslahatan cita-cita bangsa itu lebih baik daripada hanya memprioritaskan kepentingan buta. Demokrasi adalah sebuah kebebasan yang berpesan, bukan kebebasan yang menggilakan, demokrasi adalah hak setiap rakyat bukan sistem yang melaknat, demokrasi adalah wajah negeri ini yang menggambarkan aspirasi dan harapan rakyat untuk bisa memiliki pemimpin yang benar- benar mencintai negeri ini.
Ku ingat pesan bundaku di masa kecilku dulu, agar tidak gumun (ed:heran) terhadap apa yang dimiliki orang lain dan negeri lain, setiap negeri memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, indonesia sudah besar namun kebesaran indonesia itu gimana pemudanya, ketika pemuda pengeluh maka negaranya akan rapuh, karena orang yang berpendirian adalah orang yang mampu hidup dengan keringatnya sendiri, ada pribahasa mengatakan, ”kita mengidamkan untuk sampai ke pulau harapan namun perahu perjuangan tidak kita miliki” Banyak sekali pertanyaan namun sedikit sekali yang mencari jawaban, akal semakin lihai namun jiwa semakin lalai, orang makin pintar namun kesadaran semakin pudar, umur semakin tua namun nafsu semakin meronta-ronta, ilmu pengetahuan semakin terbuka namun mata dan hati semakin terluka, ombak semakin kecil namun manusia semakin mudah tergelincir.
Dimanapun obat pasti pahit, begitupun manusia ketika ingin menjadi obat bagi negerinya maka mau tidak mau harus menelan pahitnya telung telaga, hanya harapan dan doa yang tak mungkin terputus untuk negeri yang dibentuk dengan cita-cita yang tulus, oleh para pahlawan yang berkorban dengan harta dan nyawanya, perjuangan mereka takkan mungkin sirna meski tanah pekuburan telah berganti penghuninya
Advertisement