-->

EUFORIA PENGAJIAN (Ramai dengan Ustad Dadakan )

EUFORIA PENGAJIAN (Ramai dengan Ustad Dadakan )
EUFORIA PENGAJIAN (Ramai dengan Ustad Dadakan )

Seminggu yg lalu Nyonya (N nya harus huruf besar πŸ˜£πŸ˜—) cerita ke saya. Karyawan sebuah Bank Plat Merah yang biasa melayani kantor kami, nelpon. Tanya ada ndak lowongan ? Nyonya terdiam sejenak. Heran. Dia merasa resah kerja di tempat yg berkutat dengan 'riba', katanya 😣😣😣. Ciyus dia lho !

Ternyata dia dapat 'sajian' dari seorang ustad dalam suatu pengajian, bahwa bank itu operasinya termasuk riba. Tahu sendiri lah hukumnya Riba. Serem !  πŸ˜₯πŸ˜₯

Ndak ngerti saya apa dan bagaimana persisnya omongan si ustad, kok sampai ber-efek 'sebegitunya'. Dengan jabatan yg cukup lumayan tentu penghasilan juga mendingan, meski sang suami bekerja, kalau dia keluar tentu agak berat. Karena terbiasa ada '2 kaki'.

Anak2 masih butuh biaya. "Rejeki kan ada saja", ujarnya. Ketika nyonya saran pikir2 dulu, sebelum risain 😣πŸ˜₯. Nyonya yg 'cuma' ahli cari dan ngitung duit, bukan ahli psikologi apalagi ahli agama, paling hanya sarankan tanya dulu ke 'guru' lainnya. Second Opinion, mungkin istilahnya.

Lain lagi cerita. Ada satu sekolah di Jakarta beberapa guru dan murid resah. Akan diadakan pemilihan ketua OSIS. Ndelalah kandidat potensialnya seorang siswa 'Non Muslim' ! Dan akhirnya memang menang !

Waktu itu Al-Maidah 51 lagi populer2nya. Sekali lagi, pertanyaan dalam benak saya, apa dan bagaimana yg disampaikan 'para Ustadz" kok 'sampek sebegitunya' ? Ketua OSIS lho !

Jaman masih kerja dulu kalau jumatan di mesjid kantor-pabrik, saya acap dibuat jengkel. Si khotib omong nggak jelas, teriakannya bikin sakit telinga. Bengak bengok Allahuakbar ! Allahuakbar ! Kayak Bung Tomo mau budhal perang 10 Nopember 1945 ! πŸ˜£πŸ˜‰πŸ˜‰πŸ˜‰

Saya komplain ke pengurus mesjid, mbok kalau milih khotib di screening yg agak bener. Ini kan pabrik yg bekerja dgn teknologi. Yang berarti karyawannya juga pasti berkelas dan mumpuni. Kok diberi ustadz berkelas teri !

Ormas lokal minta jatah, Pak. Jawab takmir mesjid. Sebulan 2 kali 'ustad' mereka harus kasih khutbah !

Jadi ingat tulisan lama Kang Jalal (Jalaludin Rahmat). Indonesia kebanyakan mesjid, kurang Kiai. Akhirnya tetangga Kiai pun ikut di dapuk jadi 'guru ngaji'. Muncul para ustadz 'dadakan'.

Semisal baru tahu satu ayat, lagak gaya-nya sudah seperti tiap hari tidur sebelah Ka'bah, lahir di halaman Masjidil Haram ! 😣😣.

Baru baca Qur'an dan hadits terjemahan, bΓͺrak berok keliling dari mesjid ke mesjid. Ketemu 'murid' Anak2 muda yang dulunya adzan subuh masih mlungkΓͺr di gardu. Ibu2 yg awalnya cuma tahu Qur'an bagian sampulnya. Bapak2 yang baru ingin bertobat setelah hampir telat.

Jamaah seperti itu pengennya yg instan. Cepet dapat hasilnya. Karena 'diburu' waktu. Ustadz yang bisa menjawab kebutuhan ini pasti yang 'menggelegar'. Dengan cuma beri 2 pilihan. Ini Surga itu Neraka. Dia Kafir kita penuh Hidayah. Ini Ulama itu Penista Agama. Itu Partai Setan ini Partai Allah !

Sumber rujukan juga yang gampang ditelan, 'kitab2' terjemahan ! Satu kata, satu arti, akhirnya jadi cuma satu sikap dan perbuatan. Males cari sumber lain. Jangankan 'nderes' kitab, jalankan 'sorogan', baca tafsir saja saja mata sudah 'pyar-pyer' anπŸ˜₯πŸ˜₯πŸ˜₯

Nah sesampai di rumah si Ustadz merasa makin bau surga, muridnya juga merasa sudah 'hijrah' ! Lingkaran Setan. Bubrah !

Makanya Nyonya saya 'larang' ngaji. Tanya apa2 ke aku saja. Asal mau sabar nunggu semalam pasti tak jawab. Tantang saya πŸ˜‰πŸ˜‰

Kok nunggu semalam ? Lha saya kan perlu nyepi dulu di perpustakaan, baca Qur'an dan Hadits (yg juga terjemahan 😣😣). Plus buku2 yg bau2 gamis begitu. Kalau ndak apal maklum lah. Wong juga 'ustadz amatiran'. Kalau sudah kepepet, telpon juga nanya pada Kiai beneran, diam2 . . . .πŸ˜‰.

Ya sudah, ngajar ngaji (ibu2) diluar sana saja sekalian ! Cetus Nyonya yg kadang geregetan dengan 'kenyanyilan' saya.

Ndak ah ! Kalau 'salah ucap dan terima' mereka masuk neraka jangan2 yang nanggung saya. Kalau kamu istriku ya wajar jadi tanggunganku. Masak ibu2 pengajian yg notabene istri orang, saya kebagian yang nanggung dosa. Cek enake !

Nah. Para 'ustadz dadakan' maupun 'ustadz beneran', nyuwun duko, mohon maaf. Bisa tidak 'ketakutan' saya diatas dijadikan salah satu bahan pertimbangan.Takut nanggung dosa kesalahan puluhan juta para istri orang.

Apalagi kalau ndak cukup cuma salah ucap, sampeyan tambahi lagi dengan 'hoax' dan ujaran kebencian . . .

Ustadz itu bukan 'Pekerjaan'. Jadi ndak usah mburu populer dan berharap banyak peroleh 'Orderan', tiap malam dan hari jum'at bisa rutin 'mBarang'.

Ustad itu 'Jabatan' amanah. 'Kedunungan' wahyu Allah. Semacam Guru. Yg digugu dan ditiru. Bukan Wagu tur saru. Ndak enak didengar, ndak enak dipandang, dan kΓͺmproh, jorok omongan.

Eh ! Marah !? Lha sampeyan itu jabatannya apa ?! Kok berani kasih ceramah ke kita orang, Para 'Ustad' dan 'Ulama' ?!!!

Mati aku ! Saya juga salah strategi, omong begini pas mereka, para 'ulama' lagi kumpul reriungan. Lagi 'Ijtima' ! 

Lha kok njenengan marah ?! Balas hardik saya, ndak mau pulang malu dan kalah. 'Saya jadi kemlinti, sok ngerti, asal omong, ndak sopan, bla bla bla . . . . , dulu yang ngajari siapa ?!'

Mereka diam. Bener juga ya, mungkin begitu pikir mereka, para 'ulama'. Tercenung diam.
Padahal saya kan cuma tanya 'yang ngajari siapa ?'

Harusnya, kalau cerdas, jawab saja dgn enteng tanpa kebingungan, 'Yo . . . eeemboh !'πŸ˜†πŸ˜†

Makanya sesekali mbok belajar tutup mulut, sembunyikan telunjuk, mojok diam kontemplasi 
Advertisement