-->

Hikmah Persyari 'Atan Puasa Romadhon, Untuk Ketaqwaan Individu

Hikmah Persyari 'Atan Puasa Romadhon, Untuk Ketaqwaan Individu
Hikmah Persyari 'Atan Puasa Romadhon, Untuk Ketaqwaan Individu



Assalaamu'alaykumwrwb.
Ayyuhal ikhwa rohiman warohima humulloh,  sukses meraih tujuan puasa Romadhon dalam merealisasi nasihat pensyariatan puasa romadhon yang hanya diwajibkan bagi hamba yang beriman ialah *mewujudkan ketaqwaan,* sebagaimana firman Alloh Ta'ala :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
_*"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa, sebagaimana puasa itu diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian, biar kalian bertaqwa."*_ (QS al-Baqarah: 183).

Mewujudkan taqwa ialah dengan kesadaran pemahaman syar'i  untuk _*sepenuhnya ta'at menjalankan perintah Alloh Ta'ala dan menjauhi laranganNya.*_
Kaprikornus ayyuhal ikhwa,
sukses romadhon harus ditempuh melalui dua pendekatan :
*Pertama,* meninggalkan bahkan menjauhi larangan Alloh Ta'ala dari segala masalah yang haram atau sia-sia. Tentu yang pertama harus ditinggalkan ialah apa saja yang membatalkan puasa dan apa saja yang sanggup menggagalkan pahala puasa. Rasululloh Sholallohu Alaihi Wassalam, bersabda :

«الصِّيَامُ جُنَّةٌ فَلاَ يَرْفُثْ وَلاَ يَجْهَلْ وَإِنِ امْرُؤٌ قَاتَلَهُ أَوْ شَاتَمَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّى صَائِمٌ مَرَّتَيْنِ وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لَخُلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُy عِنْدَ اللَّهِ تَعَالَى مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ يَتْرُكُ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ وَشَهْوَتَهُ مِنْ أَجْلِى الصِّيَامُ لِى وَأَنَا أَجْزِى بِهِ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا»
_"Puasa itu perisai. Karena itu janganlah seseorang berkata keji dan jahil. Jika ada seseorang yang menyerang atau mencaci, katakanlah, “Sungguh saya sedang berpuasa,” sebanyak dua kali. Demi jiwaku yang berada dalam genggaman-Nya, kedaluwarsa ekspresi orang berpuasa lebih baik di sisi Allah ketimbang wangi kesturi; ia meninggalkan makanannya, minumannya dan syahwatnya demi Diri-Ku. Puasa itu milik-Ku. Akulah Yang lansung akan membalasnya. Kebaikan (selama bulan puasa) dilipatgandakan sepuluh kali dari yang semisalnya. "_ (HR al-Bukhari).

*Kedua,* mengerjakan perkara-perkara wajib maupun sunnah sesuai yang diperintahkan Alloh Ta'ala. Yang utama tentu menunaikan puasa, kemudian qiyamul lail dengan dilandasi keimanan dan semata-mata mengharap ridho Allah Subhanallohu Ta'ala. Rosululloh Solallohu Alaihi Wassalam, bersabda:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ وَقَامَهُ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
_"Siapa saja yang berpuasa Ramadhan dan menghidupkan Ramadhan dengan dilandasi keimanan dan semata-mata mengharap ridha Allah SWT pasti diampuni dosanya yang telah lalu. Siapa saja yang menghidupkan Lailatul Qadar dengan dilandasi keimanan dan semata-mata mengharap ridha Allah SWT pasti diampuni dosanya yang telah lalu.,"_ (HR at-Tirmidzi).
Hadis ini sekaligus menunjukkan cara sukses meraih kebaikan _Lailatul Qadar,_ yaitu menghidupkan malam tersebut dengan memperbanyak ibadah dan taqorrub kepada Alloh Subhanallohu Wa Ta'ala.

Taqwa sanggup dimaknai sebagai kesadaran nalar dan jiwa dengan pemahaman syar’i atas kewajiban mengambil halal dan haram sebagai standar bagi seluruh aktivitas, yang diwujudkan secara mudah (‘amali) di dalam kehidupan. Menurut Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi, makna firman Alloh Ta'ala _*”la’allakum tattaqun”*_ yakni biar dengan puasanya seorang hamba Alloh yang beriman itu telah  mempersiapkan dirinya mengerjakan puasa romadhon untuk meraih taqwa, yaitu telah semakin sadar dan peka melakukan perintah-perintah Alloh Ta'ala dan telah semakin sadar dan peka menjauhi larangan-larangan-Nya
Kaprikornus tujuan berpuasa yang diperuntukkan bagi langsung yang berpuasa, _sho'imun_ ialah _"la'allakum tattaqun"_ meraih ketaqwaan secara individu.
Ayyuhal ikhwa, yang menarik ialah bahwa sesuai dalil yang mewajibkan puasa romadhon sebagai termaktub dalam firman Alloh QS. Al-Baqarah 183 - 187, dimana dari pecahan final ayat 187 ini berbunyi,

وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ ۚ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ۖ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ ۚ وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ ۗ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَقْرَبُوهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ

_*".... dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu hingga (datang) malam, (tetapi) janganlah kau campuri mereka itu (isteri2-mu), sedang kau beri'tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kau mendekatinya. Demikianlah Allah menunjukan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa."*_

*_"La'allahum yattaquun,"_ supaya mereka bertaqwa.*
Kaprikornus tujuan diperintahkan wajib berpuasa Romadhon itu ialah supaya umat itu bertaqwa.
Hal senada dinyatakan oleh Imam an-Nawawi di dalam Syarh Shahih Muslim, bahwa _selain menjadi nasihat puasa yang mesti diraih oleh setiap individu Muslim, taqwa juga harus terwujud di dalam keluarga dan masyarakat._ *Kunci mewujudkan ketaqwaan individu, keluarga maupun masyarakat tidak lain dengan menerapkan aturan Alloh yakni syariah Islam*. Kaprikornus untuk menjaga ketaqwaan didalam masyarakat yang beriman itu supaya tetap terjaga pada jalan kebenaran, jalan islam yang lurus, _"shirothol mustaqiem"_ harus berpagar syari'ah. Kaprikornus kesadaran bersyari'ah ialah kebutuhan tak terpisahkan atau bersifat komplementer yaitu berpasangan dengan ketaqwaan. Muslim yang benar2 sanggup menjaga ketaqwaannya itu harus selalu dalam lindungan yang dipagari syari'ah, aturan Alloh yang bersumber wahyu Alloh. Sehingga kehidupan muslim akan nyaman, stabil (tetap dalam _dhinul islam_) jikalau selalu terjaga dalam formalitas kehidupan bersyari'ah. Inilah konsekwensi seorang muslim berpegang pada pedoman Islam secara sepenuhnya (kaffah). Penerapan syariah Islam secara formal dan menyeluruh menjadi kunci mewujudkan keimanan dan ketaqwaan penduduk negeri. Penduduk negeri yang beriman dan bertaqwa ialah mereka yang secara gotong royong melakukan seluruh perintah Alloh Subhanallohu Ta'ala dan menjauhi semua larangan-Nya. Mereka secara gotong royong mengakibatkan hukum-hukum Alloh, yakni syariah Islam, untuk mengatur kehidupan mereka.

Ayyuhal ikhwa, penerapan syariah secara formal dan menyeluruh terperinci memerlukan sistem yang menerapkan syariah Islam. Kaprikornus konsekwensi logis kesadaran umat muslim biar terjaga ketaqwaannya itu akan nyaman, stabil jikalau dalam naungan sistem yang menerapkan syariah islam secara formal. Seyogyanya para sho'imun yang benar2 beriman harus berihtisab, yakni sadar diri berposisi pada Islam yang kaffah, bernaung dalam kepemimpinan Islam yang menerapkan syari'ah. Kepemimpinan dalam pandangan Islam ialah menyeluruh di bawah pimpinan seorang imam atau khalifah yang dibaiat oleh umat. Keberadaan imam/khalifah yang dibaiat oleh umat ini merupakan masalah wajib menurut sabda. Rasululloh Sholallohu Alaihi Wassalam,

مَنْ مَاتَ وَلَيْسَ فِي عُنُقِهِ بَيْعَةٌ مَاتَ مَيْتَةً جَاهِلِيَّةً
Siapa saja yang mati, sementara di lehernya tidak ada baiat (kepada Khalifah/Imam), maka matinya ialah mati jahiliah (HR Muslim).

Hadis ini terperinci menegaskan kewajiban mengangkat seorang khalifah. Dengan kata lain, hadis ini menegaskan kewajiban menegakkan Khilafah. Imam al-Qurthubi, ketika menafsirkan QS al-Baqarah ayat 30, menegaskan bahwa tidak ada perbedaan pendapat di kalangan  umat, juga di kalangan para imam, atas kewajiban mengangkat imam atau khalifah ini.

Hal senada ditegaskan oleh Imam Ibnu Hajar al-Haytami, “Ketahuilah, para Sahabat ra. telah berijmak bahwa mengangkat imam (khalifah) sehabis zaman kenabian berlalu ialah wajib. Bahkan mereka mengakibatkan masalah tersebut sebagai kewajiban paling penting ketika mereka lebih menyibukkan diri dengan itu seraya menunda penguburan mayat Nabi saw.” (Al-Haytami, Ash-Shawa’iq al-Muhriqah, I/25).

Sebagai sebuah kewajiban, mengangkat khalifah atau menegakkan Khilafah yang menerapkan syariah Islam termasuk amal taqorrub yang paling agung atau paling utama (Ibnu Taimiyah, As-Siyasah asy-Syar'iyyah, hlm. 161).

Karena termasuk kewajiban yang paling agung dan paling penting, maka kegiatan dakwah dan usaha untuk mewujudkan seorang imam/khalifah yang dibaiat oleh umat, yakni menegakkan Khilafah, harusnya masuk dalam daftar amal paling utama yang harus dilakukan olah kaum Muslim pada bulan Ramadhon biar sukses Ramadhan benar-benar sanggup diraih. Bersatulah umat muslim di dunia  dalam naungan khilafah untuk kedamaian dunia dan kesejahteraan bagi semuanya.
Wallohu 'alam bish-showab.

*MARHABAN YA ROMADHON*

*Sendang Indah-Semarang, Ahad pagi, 13 Mei 2018*
Advertisement