KIAT SELAMAT DARI FITNAH
Oleh
Syaikh Shalih Fauzan al-Fauzan
Jalan keselamatan yang pertama-tama yaitu dengan berpegang teguh kepada Kitabullâh dan sunnah Rasul-Nya. Hanya saja, tidak akan sanggup berpegang dengan kitab Allâh dan sunnah Rasul-Nya kecuali dengan tafaqquh fiddin (mempelajari agama Allâh). Dan mempelajari agama Allâh tidak sanggup diperoleh begitu saja dan tidak sanggup digapai dengan angan-angan.
Ilmu tidak diraih dengan banyaknya membaca saja, atau dengan banyaknya kitab, atau dengan (sekedar) mentelaah banyak kitab. Ilmu tidak diperoleh dengan cara-cara menyerupai ini. Ilmu itu hanya sanggup diperoleh dengan berguru pribadi kepada para andal ilmu, bukan (didapat) dengan sendirinya, sebagaimana dugaan sebagian orang cukup umur ini. Sebagian mereka memengoleksi kitab-kitab, membaca buku-buku hadits, al-jarh wat ta’dîl, tafsir dan lainnya. Dengan itu, mereka menyangka telah menerima ilmu. Padahal tidak demikian! Ini yaitu ilmu yang tidak dibangun di atas dasar (yang kokoh) dan kaidah-kaidah (ilmiah). Karena beliau tidak berguru pribadi dari andal ilmu. Maka seharusnya beliau duduk berguru di majelis-majelis ilmu, di kelas-kelas pembelajaran, dari para pengajar yang faqih lagi alim, dan beliau harus sabar dalam menuntut ilmu.
Barangsiapa yang tidak pernah mengecap sengsaranya berguru sekejap masa
Ia akan meneguk cawan kebodohan sepanjang hayatnya
(Belajar Ilmu agama) harus dengan kesabaran, dan ilmu tidak didapat dengan (sekedar) membaca, dan tidak didapat dengan sendirinya. Kaprikornus harus ada metode dalam menempuh pelajaran. Harus mengambil ilmu dari pintu-pintunya dan masuk dari pintu-pintunya, sebagaimana firman Allâh Azza wa Jalla :
وَلَيْسَ الْبِرُّ بِأَنْ تَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ ظُهُورِهَا وَلَٰكِنَّ الْبِرَّ مَنِ اتَّقَىٰ ۗ وَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ أَبْوَابِهَا
Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa. Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya;
[Al-Baqarah/2:189]
Ilmu memiliki banyak pintu, dan memiliki para pengampu dan para pengajar. Maka sudah seharusnya -wahai saudara-saudaraku- kita bergabung dalam majlis-majlis ilmu, baik itu di masjid, di sekolah, atau di forum pendidikan (agama) atau di dingklik kuliah. Yang terpenting yaitu kita mengambil ilmu dari para ulama selama mereka ada (memberikan pelajaran) dan selagi kesempatan memungkinkan.
Adapun bila kita terpencar-pencar, setiap orang duduk di kamarnya, kemudian memanfaatkan koleksi bukunya dan mempelajari buku-buku yang ada, sedangkan beliau belum punya dasar (ilmu) dan belum pernah berguru dasar-dasar ilmu itu, maka ini yaitu kesia-siaan. Maka menjadi keharusan untuk mempelajari agama Allâh melalui tangan para ulama.
MENETAPI JAMAAH KAUM MUSLIMIN DAN TIDAK MENISBATKAN DIRI KEPADA SUATU GOLONGAN ATAU JAMAAH TERTENTU ADALAH DIANTARA SEBAB KESELAMATAN
Di antara lantaran keselamatan yaitu menetapi jamaah kaum Muslimin dan tidak menisbatkan diri kepada golongan dan jamaah yang menyimpang dari jalan yang ditempuh kaum salaf kita. Karena Rasûlullâh bersabda perihal firqah nâjiyah (golongan yang selamat):
مَنْ كَانَ عَلىَ مِثْلِ مَا أَنَا عَلَيْهِ الْيَوْمَ وَأَصْحَابِي
Mereka yaitu yang meniti jalan menyerupai yang saya tempuh bersama para Sahabatku pada hari ini.[1]
Allâh Azza wa Jalla berfirman
وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ۚ ذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allâh ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allâh dan Allâh menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka awet di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar. [At-Taubah/9:100]
Orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, maksudnya yaitu orang-orang yang mengikuti generasi pertama (assâbiqûnal awwalûn)
Adapun bila insan terpisah-pisah (masing-masing) bersama golongan-golongan yang menyimpang, dan mulai mencela para Sahabat, atau membodohkan para Ulama, atau membodohkan para imam atau menyalahkan mereka, maka ia hanya akan hingga pada kesesatan, kecuali bila Allâh memperbaiki (keadaan)nya dengan rahmat-Nya, dan ia bertaubat kepada Allâh serta kembali kepada jamaah kaum Muslimin dan golongan yang selamat.
Rasûlullâh bersabda perihal 73 golongan (dari umat ini):
كُلُّهَا فِي النَّارِ
Semuanya di neraka [2]
Dan keadaan golongan-golongan ini di neraka berbeda-beda, tergantung seberapa jauh beliau dari kebenaran. Di antara mereka ada yang (sudah hingga taraf) kafir, ada yang sesat, dan ada yang fasik. Yang pasti mereka semua menerima ancaman dimasukkan ke neraka
إِلَّا فِرْقَةً وَاحِدَةً
Kecuali satu golongan.[3]
Para Ssahabat bertanya, “Siapakah golongan itu wahai Rasûlullâh?” Beliau menjawab
مَنْ كَانَ عَلىَ مِثْلِ مَا أَنَا عَلَيْهِ الْيَوْمَ وَأَصْحَابِي
Orang yang meniti jalan menyerupai yang saya dan para sahabatku berada di atasnya pada hari ini.[4]
Jalannya yaitu satu, dan jamaahnya pun satu; sebagaimana firman Allâh:
وَأَنَّ هَٰذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ
dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) yaitu jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kau mengikuti jalan-jalan (yang lain), lantaran jalan-jalan itu mencerai beraikan kau dari jalanNya. [Al-An’âm / 6:153]
Jalan-jalan kesesatan sangat banyak, tidak terbatas jumlahnya.
Sekarang kita saksikan banyaknya golongan dan jamaah, tidak terbatas jumlahnya. Akan tetapi jamaah ahlus sunnah wal jamaah hanya satu dari masa Rasûllullâh hingga tegaknya hari kiamat. Sebagaimana sabda Rasûlullâh:
لَا تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي عَلَى الْحَقِّ ظَاهِرِيْنَ, لَا يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ وَلَا مَنْ خَالَفَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللهِ
Masih saja ada sekelompok dari umatku yang berada di atas kebenaran dengan menerima kemenangan. Tidak akan membahayakan mereka (kelompok tersebut) orang yang menelantarakan mereka, tidak pula orang yang menyelisihi mereka, hingga tiba putusan dari Allâh.[5]
Ya, akan ada orang yang memandang rendah orang yang mengikuti jalan (golongan yang selamat). Akan ada yang membodohkan mereka, menyampaikan bahwa mereka orang-orang shaleh, akan tetapi tidak mengetahui waqi’ (realita), tidak paham urusan ini dan itu! Ini semua sanggup mengakibatkan seorang Muslim tidak peduli mereka.
Dalam banyak hadits, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendorong kita untuk senantiasa bersama dengan jamaah yang berpegang teguh pada jalan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , jalan para Sahabatnya dan jalan salaf (para pendahulu) umat ini. Karena para pendahulu umat ini yaitu orang yang paling tahu dan paling bersahabat dengan kebenaran dibandingkan orang yang sehabis mereka. Oleh lantaran itu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memuji tiga atau empat generasi (dari umat ini). Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
خَيْرُكُمْ قَرْنِي، ثُمَّ الَّذِين يَلُونَهُمْ، ثُمَّ الَّذِين يَلُونَهُمْ
Sebaik-baik di antara kalian yaitu generasiku, kemudian orang-orang yang tiba setelah mereka, kemudian mereka yang tiba setelah mereka. [6]
Perawi hadits ini menyampaikan bahwa beliau tidak tahu, apakah setelah generasi Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam , Nabi menyebutkan dua generasi atau tiga generasi. Kemudian Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan bahwa keadaannya akan berubah setelah generasi-generasi ini. Dan mengenai keadaan (umat ini), akan terjadi apa yang terjadi. Dan sungguh telah terjadi apa yang Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam kabarkan. Setelah usai generasi-generasi utama, terjadilah di tengah umat ini apa yang terjadi; berupa banyak sekali fitnah, pedoman yang tiba dari luar, madzhab-madzhab yang beraneka warna. Tidak ada yang tetap berada di atas kebenaran kecuali jamaah kaum Muslimin yang berpegang teguh dengan apa-apa yang dipegang oleh assalafush shalih. Ini yaitu termasuk kenikmatan yang Allâh berikan; bahwa kebaikan senantiasa ada, meskipun kejelekan merajalela, supaya orang-orang yang menginginkan kebaikan sanggup kembali kepadanya; dan biar tegak hujah Allâh atas makhluk-Nya. Bagaimanapun fitnah dan kejelekan banyak dan merajalela, kebenaran akan senantiasa ada, walhamdu lillâh.
Kita tidak menyampaikan bahwa umat Islam telah sirna, sebagaimana dikatakan sebagian penulis atau khatib. Umat Islam akan selalu –wal hamdu lillâh-.
لَا تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي عَلَى الْحَقِّ ظَاهِرِينَ
Masih saja ada sekelompok dari umatku yang berada di atas kebenaran dengan menerima kemenangan.[7]
Akan tetapi keadaannya ini haruslah dengan cara kembali kepada jama’ah kaum Muslimin dan bergabung dengannya.
Kita memohon kepada Allâh Azza wa Jalla biar mengakibatkan kita termasuk orang-orang yang mengetahui kebenaran dan bederma dengannya serta berpegang teguh dengannya.
MEMPERBANYAK DOA DIANTARA SEBAB KESELAMATAN
Diantara lantaran keselamatan dari fitnah yaitu memperbanyak doa. Seorang Muslim harus memperbanyak doa, memohon biar Allâh menjaganya dari fitnah. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
تَعَوَّذُوا بِاللهِ مِنَ الْفِتَنِ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ
Berlindunglah kepada Allâh dari banyak sekali fitnah, baik yang nampak maupun yang tersembunyi.[8]
Rasûlullâh dalam tasyahhud final berlindung dari empat perkara dan memerintahkan (umatnya untuk melaksanakan itu). Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Jika salah seorang diantara kalian selesai membaca tasyahhud, maka hendaklah beliau memohon derma kepada Allâh dari empat perkara dengan mengatakan
اللهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ، وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ
Wahai Allah! Aku berlindung kepada-Mu dari adzab Jahannam, dari adzab kubur, dari fitnah masih ad-dajjal, dan dari fitnah kehidupan dan kematian. [9]
Hendaknya seorang Muslim memperbanyak doa, biar Allâh menjaganya dari kejelekan fitnah yang tampak dan yang tersembunyi, dan meminta dengan penuh kesungguhan kepada Allâh Azza wa Jalla dan memperbanyak berdoa. Sesungguhnya Allâh Maha Dekat lagi Maha mengabulkan doa. Barang siapa yang berlindung kepada Allâh (niscaya) Allâh akan menjaganya, dan barang siapa yang berlindung kepada Allâh maka Allâh Azza wa Jalla akan melindunginya. Barang siapa berdoa kepada Allâh Azza wa Jalla maka Allâh akan mengabulkannya.
Allâh turun setiap malam ke langit dunia ketika tersisa sepertiga malam yang terakhir dan mengatakan:
هَلْ مِنْ سَائِلٍ فَأُعْطِيَهُ هَلْ مِنْ دَاعٍ فَأَسْتَجِيبَ لَهُ هَلْ مِنْ مُسْتَغْفِرٍ فَأَغْفِرَ لَهُ
Apakah ada yang meminta, sehingga Aku akan memberinya? Apakah ada yang memohon sehingga Aku mengabulkannya? Apakah ada yang meminta ampun sehingga Aku akan mengampuninya? [10]
Sejatinya Allâh Azza wa Jalla membuka pintu-Nya siang dan malam untuk orang-orang yang berdoa. Akan tetapi ini adalah tambahan; yaitu penambahan kesempatan yang Allâh Azza wa Jalla berikan kepada para hamba-Nya, lantaran kasih sayang-Nya kepada mereka.
Seorang Muslim hendaknya memperbanyak doa kepada Allâh di setiap waktu, terlebih lagi pada keadaan-keadaan dan waktu-waktu yang utama. Keadaan yang utama di mana dalam keadaan ini doa dikabulkan menyerupai ketika sujud, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
وَأَمَّا السُّجُودُ فَاجْتَهِدُوا فِي الدُّعَاءِ، فَقَمِنٌ أَنْ يُسْتَجَابَ لَكُمْ
Adapun sujud, maka bersungguh-sungguhlah dalam berdoa. Karena (ketika itu) lebih layak untuk dikabulkan untukmu.[11]
Dan Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَقْرَبُ مَا يَكُونُ العَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ ، فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ
Keadaan seorang hamba yang lebih bersahabat kepada Rabb nya yaitu tatkala ia bersujud. Maka berbanyaklah doa. (pada ketika sujud)[12]
Juga memperbanyak doa di waktu-waktu utama seperti: final malam, sepertiga malam terakhir, waktu terakhir pada hari Jum’at, atau di final sholat.
Hendaknya insan memohon dengan sungguh-sungguh kepada Allâh Azza wa Jalla dan tidak lalai, tidak lalai dari berdoa, khususnya memohon keselamatan dari fitnah. Karena bila beliau selamat dari banyak sekali fitnah, maka beliau selamat dari setiap kejelekan. Jika beliau selamat dari banyak sekali fitnah, selamatlah agamanya. Dan bila selamat agamanya, maka selamatlah final kesudahannya.
SINGKAT KATA
Fitnah sangatlah banyak dan bermacam-macam. Dan para penyeru fitnah juga sangat banyak. Mereka memang terlatih dan selalu berusaha terus menerus (professional dalam mengajak kepada fitnah), sebagaimana sabda Nabi:
قَوْمٌ مِنْ جِلْدَتِنَا، وَيَتَكَلَّمُونَ بِأَلْسِنَتِنَا
Mereka yaitu kaum dari bangsa kita juga, dan berbicara dengan bahasa kita.[13]
Para penyeru fitnah berbicara dengan bahasa kita. Mereka dari kaum yang berkulit sama dengan kita (dari kaum yang sama), kebanyakan mereka dari bangsa arab, ataupun dari kerabat kita. Maka wajib bagi setiap insan untuk berhati-hati dan tidak tertipu. Setiap orang yang mengajak kepada kesesatan atau menyelisihi al-Kitab dan as-Sunnah maka jauhilah, walaupun ia yaitu oranga yang paling bersahabat denganmu. Dan Rasûlullâh n mengabarkan bahwa jalan-jalan yang menyelisihi jalan Allâh, di atas setiap jalan tersebut ada syaitan yang menyeru insan kepadanya, syaitan-syaitan dari golongan insan dan dari golongan jin, yang menyeru kepada kesesatan. Allâh Azza wa Jalla berfirman, yang artinya, “Mereka mengajak ke neraka, sedang Allâh mengajak ke nirwana dan ampunan dengan izin-Nya. [Al-Baqarah/2:221]
Syaitan mengajak golongannya biar menjadi penghuni neraka sa’îr. Di sana terdapat para penyeru kesesatan. Kita harus berhati-hati dari mereka, dan berhati-hati terhadap syubhat mereka. Kita wajib bersandar kepada kitab Allâh dan Sunnah Rasûl-Nya, juga kepada Ahli ilmu. Kita harus bertanya perihal hal yang kurang jelas, sebagai mana Allâh Azza wa Jalla berfirman:
فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
Maka bertanyalah kepada orang yang memiliki pengetahuan bila kau tidak mengetahui. [An-Nahl/16:43]
Kita meminta kepada Allâh pada setiap rakaat dari shalat kita, ketika kita membaca Surat al-Fatihah yang merupakan rukun shalat. Allâh Azza wa Jalla berfirman
اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ ﴿٦﴾ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ
Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat. [Al-Fathihah /1:6-7]
Kita meminta kepada-Nya biar Dia menawarkan hidayah kepada kita menuju jalan yang lurus, dan menjauhkan kita dari jalan orang-orang yang dimurkai dan jalan orang-orang yang sesat. Orang-orang yang dimurkai yaitu andal ilmu yang tidak bederma dengan ilmunya, dan orang-orang sesat yaitu mereka yang bederma tanpa ilmu. Sedangkan orang-orang yang diberi nikmat yaitu orang-orang yang cerdik dan beramal. Dan merekalah yang Allâh sebutkan dalam firman-Nya.
وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَٰئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ ۚ وَحَسُنَ أُولَٰئِكَ رَفِيقًا
Dan barangsiapa yang mentaati Allâh dan Rasul (-Nya), mereka itu akan gotong royong dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allâh, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah sobat yang sebaik-baiknya. [An-Nisa / 4:69]
Barang siapa diberi taufiq meniti jalan Allâh, maka sobat karib mereka yaitu orang-orang terbaik tersebut. Dan barang siapa menyimpang dari jalan Allâh, maka sobat karibnya yaitu orang-orang yang dimurkai dan orang-orang yang sesat- kita memohon kepada Allâh keselamatan-.Imam Darul Hijrah Mâlik bin Anas Radhiyallahu anhu pernah mengungkapkan untaian kalimat yang begitu agung. Setiap kaum Muslimin seharusnya memperhatikan dan mengambil pelajaran darinya. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Tidak akan baik final dari umat ini kecuali dengan apa-apa yang telah mengakibatkan baik umat yang pertama.”
Apakah yang telah mengakibatkan umat yang pertama baik? Ia yaitu al-Kitab dan as-Sunnah, dan mengikuti Rasûl. Begitu pula ketika keburukan, kesesatan, golongan dan jamaah begitu banyak, maka tidak ada yang sanggup memperbaiki final dari umat ini kecuali dengan apa-apa yang mengakibatkan baik generasi yang pertama. Perkara ini sudah ada (tersedia) –wal hamdu lillâh– di hadapan kita. Perkara tersebut yaitu Kitab Allâh dan Sunnah Rasûlullâh, dan kembali kepada ulama yang memiliki kekhususan (berpegang) kepada Kitab Allâh dan Sunnah Rasûl-Nya, biar mereka menjelaskan kepada kita hal-hal yang belum terperinci bagi kita.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun XIX/1437H/2016M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
_______
Footnote
[1] HR. At-Tirmidzi dalam al-îmân, no. 2641.
[2] HR. At-Tirmidzi dalam al-îmân, no. 2641.
[3] HR. Ibnu Majah, no. 3992.
[4] HR. At-Tirmidzi dalam al-îmân, no. 2641.
[5] HR. Muslim dalam al-Imârah, no. 1920; At-Tirmidzi dalam al-Fitan, no. 2229; Abu Dawud dalam al-Fitan wal Malâhim, no. 4252; Ibnu Majah, no. 3952; Ahmad 5/279.
[6] HR. Al-Bukhâri dalam Syahadat, no. 2508; Muslim dalam Fadhâ’il ash-Shahâbah, no. 2535; At-Tirmidzi dalam al-Fitan, no. 2322; An-Nasa’i dalam al-Aimân wan Nudzur, no. 2809; Abu Dawud dalam as-Sunnah, no. 4657; Ahmad 4/427.
[7] HR. Muslim dalam al-Imârah, no. 1920; At-Tirmidzi dalam al-Fitan, no. 2229; Abu Dawud dalam al-Fitan wal Malâhim, no. 4252; Ibnu Majah, no. 3952; Ahmad 5/279.
[8] HR. Muslim dalam al-Jannah wa Shifatu Na`îmiha wa Ahluha, no. 2867
[9] HR. Muslim, no. 588.
[10] HR. Al-Bukhâri dalam ad-Da’âwat,no. 5962; Muslim dalam Shalâtul Musâfirîn wa Qashruhâ, no. 758; At-Tirmidzi dalam ash-Shalât, no. 446; Abu Dawud dalam ash-Shalât, no. 1315; Ibnu Majah dalam Iqâmatush Shalâh was Sunnatu fîhâ, no. 1366; Ahmad 2/433; Mâlik dalam an-Nidâ’ lis Shalât, no. 496; Ad-Dârimi dalam ash-Shalât, no. 1484.
[11] HR. Muslim dalam ash-Shalâh, no. 479; An-Nasa’i dalam at-Tathbiq, no. 1120; Abu Dawud dalam ash-Shalât, no. 876; Ahmad 1/219; Ad-Darimi dalam ash-Shalât, no. 1325.
[12] HR. Muslim dalam ash-Shalât, no. 482; An-Nasâ’i dalam at-Tathbîq, no. 1137; Abu Dawud dalam ash-Shalât, no. 875; Ahmad 2/421.
[13] HR. Al-Bukhâri dalam al-Manâqib, no. 3411; Muslim dalam al-Imârah, no. 1847, Ibnu Majah, al-Fitan, no. 3979
Sumber: https://almanhaj.or.id/6696-kiat-selamat-dari-fitnah.html
Oleh
Syaikh Shalih Fauzan al-Fauzan
Jalan keselamatan yang pertama-tama yaitu dengan berpegang teguh kepada Kitabullâh dan sunnah Rasul-Nya. Hanya saja, tidak akan sanggup berpegang dengan kitab Allâh dan sunnah Rasul-Nya kecuali dengan tafaqquh fiddin (mempelajari agama Allâh). Dan mempelajari agama Allâh tidak sanggup diperoleh begitu saja dan tidak sanggup digapai dengan angan-angan.
Ilmu tidak diraih dengan banyaknya membaca saja, atau dengan banyaknya kitab, atau dengan (sekedar) mentelaah banyak kitab. Ilmu tidak diperoleh dengan cara-cara menyerupai ini. Ilmu itu hanya sanggup diperoleh dengan berguru pribadi kepada para andal ilmu, bukan (didapat) dengan sendirinya, sebagaimana dugaan sebagian orang cukup umur ini. Sebagian mereka memengoleksi kitab-kitab, membaca buku-buku hadits, al-jarh wat ta’dîl, tafsir dan lainnya. Dengan itu, mereka menyangka telah menerima ilmu. Padahal tidak demikian! Ini yaitu ilmu yang tidak dibangun di atas dasar (yang kokoh) dan kaidah-kaidah (ilmiah). Karena beliau tidak berguru pribadi dari andal ilmu. Maka seharusnya beliau duduk berguru di majelis-majelis ilmu, di kelas-kelas pembelajaran, dari para pengajar yang faqih lagi alim, dan beliau harus sabar dalam menuntut ilmu.
Barangsiapa yang tidak pernah mengecap sengsaranya berguru sekejap masa
Ia akan meneguk cawan kebodohan sepanjang hayatnya
(Belajar Ilmu agama) harus dengan kesabaran, dan ilmu tidak didapat dengan (sekedar) membaca, dan tidak didapat dengan sendirinya. Kaprikornus harus ada metode dalam menempuh pelajaran. Harus mengambil ilmu dari pintu-pintunya dan masuk dari pintu-pintunya, sebagaimana firman Allâh Azza wa Jalla :
وَلَيْسَ الْبِرُّ بِأَنْ تَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ ظُهُورِهَا وَلَٰكِنَّ الْبِرَّ مَنِ اتَّقَىٰ ۗ وَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ أَبْوَابِهَا
Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa. Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya;
[Al-Baqarah/2:189]
Ilmu memiliki banyak pintu, dan memiliki para pengampu dan para pengajar. Maka sudah seharusnya -wahai saudara-saudaraku- kita bergabung dalam majlis-majlis ilmu, baik itu di masjid, di sekolah, atau di forum pendidikan (agama) atau di dingklik kuliah. Yang terpenting yaitu kita mengambil ilmu dari para ulama selama mereka ada (memberikan pelajaran) dan selagi kesempatan memungkinkan.
Adapun bila kita terpencar-pencar, setiap orang duduk di kamarnya, kemudian memanfaatkan koleksi bukunya dan mempelajari buku-buku yang ada, sedangkan beliau belum punya dasar (ilmu) dan belum pernah berguru dasar-dasar ilmu itu, maka ini yaitu kesia-siaan. Maka menjadi keharusan untuk mempelajari agama Allâh melalui tangan para ulama.
MENETAPI JAMAAH KAUM MUSLIMIN DAN TIDAK MENISBATKAN DIRI KEPADA SUATU GOLONGAN ATAU JAMAAH TERTENTU ADALAH DIANTARA SEBAB KESELAMATAN
Di antara lantaran keselamatan yaitu menetapi jamaah kaum Muslimin dan tidak menisbatkan diri kepada golongan dan jamaah yang menyimpang dari jalan yang ditempuh kaum salaf kita. Karena Rasûlullâh bersabda perihal firqah nâjiyah (golongan yang selamat):
مَنْ كَانَ عَلىَ مِثْلِ مَا أَنَا عَلَيْهِ الْيَوْمَ وَأَصْحَابِي
Mereka yaitu yang meniti jalan menyerupai yang saya tempuh bersama para Sahabatku pada hari ini.[1]
Allâh Azza wa Jalla berfirman
وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ۚ ذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allâh ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allâh dan Allâh menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka awet di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar. [At-Taubah/9:100]
Orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, maksudnya yaitu orang-orang yang mengikuti generasi pertama (assâbiqûnal awwalûn)
Adapun bila insan terpisah-pisah (masing-masing) bersama golongan-golongan yang menyimpang, dan mulai mencela para Sahabat, atau membodohkan para Ulama, atau membodohkan para imam atau menyalahkan mereka, maka ia hanya akan hingga pada kesesatan, kecuali bila Allâh memperbaiki (keadaan)nya dengan rahmat-Nya, dan ia bertaubat kepada Allâh serta kembali kepada jamaah kaum Muslimin dan golongan yang selamat.
Rasûlullâh bersabda perihal 73 golongan (dari umat ini):
كُلُّهَا فِي النَّارِ
Semuanya di neraka [2]
Dan keadaan golongan-golongan ini di neraka berbeda-beda, tergantung seberapa jauh beliau dari kebenaran. Di antara mereka ada yang (sudah hingga taraf) kafir, ada yang sesat, dan ada yang fasik. Yang pasti mereka semua menerima ancaman dimasukkan ke neraka
إِلَّا فِرْقَةً وَاحِدَةً
Kecuali satu golongan.[3]
Para Ssahabat bertanya, “Siapakah golongan itu wahai Rasûlullâh?” Beliau menjawab
مَنْ كَانَ عَلىَ مِثْلِ مَا أَنَا عَلَيْهِ الْيَوْمَ وَأَصْحَابِي
Orang yang meniti jalan menyerupai yang saya dan para sahabatku berada di atasnya pada hari ini.[4]
Jalannya yaitu satu, dan jamaahnya pun satu; sebagaimana firman Allâh:
وَأَنَّ هَٰذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ
dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) yaitu jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kau mengikuti jalan-jalan (yang lain), lantaran jalan-jalan itu mencerai beraikan kau dari jalanNya. [Al-An’âm / 6:153]
Jalan-jalan kesesatan sangat banyak, tidak terbatas jumlahnya.
Sekarang kita saksikan banyaknya golongan dan jamaah, tidak terbatas jumlahnya. Akan tetapi jamaah ahlus sunnah wal jamaah hanya satu dari masa Rasûllullâh hingga tegaknya hari kiamat. Sebagaimana sabda Rasûlullâh:
لَا تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي عَلَى الْحَقِّ ظَاهِرِيْنَ, لَا يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ وَلَا مَنْ خَالَفَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللهِ
Masih saja ada sekelompok dari umatku yang berada di atas kebenaran dengan menerima kemenangan. Tidak akan membahayakan mereka (kelompok tersebut) orang yang menelantarakan mereka, tidak pula orang yang menyelisihi mereka, hingga tiba putusan dari Allâh.[5]
Ya, akan ada orang yang memandang rendah orang yang mengikuti jalan (golongan yang selamat). Akan ada yang membodohkan mereka, menyampaikan bahwa mereka orang-orang shaleh, akan tetapi tidak mengetahui waqi’ (realita), tidak paham urusan ini dan itu! Ini semua sanggup mengakibatkan seorang Muslim tidak peduli mereka.
Dalam banyak hadits, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendorong kita untuk senantiasa bersama dengan jamaah yang berpegang teguh pada jalan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , jalan para Sahabatnya dan jalan salaf (para pendahulu) umat ini. Karena para pendahulu umat ini yaitu orang yang paling tahu dan paling bersahabat dengan kebenaran dibandingkan orang yang sehabis mereka. Oleh lantaran itu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memuji tiga atau empat generasi (dari umat ini). Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
خَيْرُكُمْ قَرْنِي، ثُمَّ الَّذِين يَلُونَهُمْ، ثُمَّ الَّذِين يَلُونَهُمْ
Sebaik-baik di antara kalian yaitu generasiku, kemudian orang-orang yang tiba setelah mereka, kemudian mereka yang tiba setelah mereka. [6]
Perawi hadits ini menyampaikan bahwa beliau tidak tahu, apakah setelah generasi Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam , Nabi menyebutkan dua generasi atau tiga generasi. Kemudian Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan bahwa keadaannya akan berubah setelah generasi-generasi ini. Dan mengenai keadaan (umat ini), akan terjadi apa yang terjadi. Dan sungguh telah terjadi apa yang Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam kabarkan. Setelah usai generasi-generasi utama, terjadilah di tengah umat ini apa yang terjadi; berupa banyak sekali fitnah, pedoman yang tiba dari luar, madzhab-madzhab yang beraneka warna. Tidak ada yang tetap berada di atas kebenaran kecuali jamaah kaum Muslimin yang berpegang teguh dengan apa-apa yang dipegang oleh assalafush shalih. Ini yaitu termasuk kenikmatan yang Allâh berikan; bahwa kebaikan senantiasa ada, meskipun kejelekan merajalela, supaya orang-orang yang menginginkan kebaikan sanggup kembali kepadanya; dan biar tegak hujah Allâh atas makhluk-Nya. Bagaimanapun fitnah dan kejelekan banyak dan merajalela, kebenaran akan senantiasa ada, walhamdu lillâh.
Kita tidak menyampaikan bahwa umat Islam telah sirna, sebagaimana dikatakan sebagian penulis atau khatib. Umat Islam akan selalu –wal hamdu lillâh-.
لَا تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي عَلَى الْحَقِّ ظَاهِرِينَ
Masih saja ada sekelompok dari umatku yang berada di atas kebenaran dengan menerima kemenangan.[7]
Akan tetapi keadaannya ini haruslah dengan cara kembali kepada jama’ah kaum Muslimin dan bergabung dengannya.
Kita memohon kepada Allâh Azza wa Jalla biar mengakibatkan kita termasuk orang-orang yang mengetahui kebenaran dan bederma dengannya serta berpegang teguh dengannya.
MEMPERBANYAK DOA DIANTARA SEBAB KESELAMATAN
Diantara lantaran keselamatan dari fitnah yaitu memperbanyak doa. Seorang Muslim harus memperbanyak doa, memohon biar Allâh menjaganya dari fitnah. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
تَعَوَّذُوا بِاللهِ مِنَ الْفِتَنِ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ
Berlindunglah kepada Allâh dari banyak sekali fitnah, baik yang nampak maupun yang tersembunyi.[8]
Rasûlullâh dalam tasyahhud final berlindung dari empat perkara dan memerintahkan (umatnya untuk melaksanakan itu). Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Jika salah seorang diantara kalian selesai membaca tasyahhud, maka hendaklah beliau memohon derma kepada Allâh dari empat perkara dengan mengatakan
اللهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ، وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ
Wahai Allah! Aku berlindung kepada-Mu dari adzab Jahannam, dari adzab kubur, dari fitnah masih ad-dajjal, dan dari fitnah kehidupan dan kematian. [9]
Hendaknya seorang Muslim memperbanyak doa, biar Allâh menjaganya dari kejelekan fitnah yang tampak dan yang tersembunyi, dan meminta dengan penuh kesungguhan kepada Allâh Azza wa Jalla dan memperbanyak berdoa. Sesungguhnya Allâh Maha Dekat lagi Maha mengabulkan doa. Barang siapa yang berlindung kepada Allâh (niscaya) Allâh akan menjaganya, dan barang siapa yang berlindung kepada Allâh maka Allâh Azza wa Jalla akan melindunginya. Barang siapa berdoa kepada Allâh Azza wa Jalla maka Allâh akan mengabulkannya.
Allâh turun setiap malam ke langit dunia ketika tersisa sepertiga malam yang terakhir dan mengatakan:
هَلْ مِنْ سَائِلٍ فَأُعْطِيَهُ هَلْ مِنْ دَاعٍ فَأَسْتَجِيبَ لَهُ هَلْ مِنْ مُسْتَغْفِرٍ فَأَغْفِرَ لَهُ
Apakah ada yang meminta, sehingga Aku akan memberinya? Apakah ada yang memohon sehingga Aku mengabulkannya? Apakah ada yang meminta ampun sehingga Aku akan mengampuninya? [10]
Sejatinya Allâh Azza wa Jalla membuka pintu-Nya siang dan malam untuk orang-orang yang berdoa. Akan tetapi ini adalah tambahan; yaitu penambahan kesempatan yang Allâh Azza wa Jalla berikan kepada para hamba-Nya, lantaran kasih sayang-Nya kepada mereka.
Seorang Muslim hendaknya memperbanyak doa kepada Allâh di setiap waktu, terlebih lagi pada keadaan-keadaan dan waktu-waktu yang utama. Keadaan yang utama di mana dalam keadaan ini doa dikabulkan menyerupai ketika sujud, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
وَأَمَّا السُّجُودُ فَاجْتَهِدُوا فِي الدُّعَاءِ، فَقَمِنٌ أَنْ يُسْتَجَابَ لَكُمْ
Adapun sujud, maka bersungguh-sungguhlah dalam berdoa. Karena (ketika itu) lebih layak untuk dikabulkan untukmu.[11]
Dan Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَقْرَبُ مَا يَكُونُ العَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ ، فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ
Keadaan seorang hamba yang lebih bersahabat kepada Rabb nya yaitu tatkala ia bersujud. Maka berbanyaklah doa. (pada ketika sujud)[12]
Juga memperbanyak doa di waktu-waktu utama seperti: final malam, sepertiga malam terakhir, waktu terakhir pada hari Jum’at, atau di final sholat.
Hendaknya insan memohon dengan sungguh-sungguh kepada Allâh Azza wa Jalla dan tidak lalai, tidak lalai dari berdoa, khususnya memohon keselamatan dari fitnah. Karena bila beliau selamat dari banyak sekali fitnah, maka beliau selamat dari setiap kejelekan. Jika beliau selamat dari banyak sekali fitnah, selamatlah agamanya. Dan bila selamat agamanya, maka selamatlah final kesudahannya.
SINGKAT KATA
Fitnah sangatlah banyak dan bermacam-macam. Dan para penyeru fitnah juga sangat banyak. Mereka memang terlatih dan selalu berusaha terus menerus (professional dalam mengajak kepada fitnah), sebagaimana sabda Nabi:
قَوْمٌ مِنْ جِلْدَتِنَا، وَيَتَكَلَّمُونَ بِأَلْسِنَتِنَا
Mereka yaitu kaum dari bangsa kita juga, dan berbicara dengan bahasa kita.[13]
Para penyeru fitnah berbicara dengan bahasa kita. Mereka dari kaum yang berkulit sama dengan kita (dari kaum yang sama), kebanyakan mereka dari bangsa arab, ataupun dari kerabat kita. Maka wajib bagi setiap insan untuk berhati-hati dan tidak tertipu. Setiap orang yang mengajak kepada kesesatan atau menyelisihi al-Kitab dan as-Sunnah maka jauhilah, walaupun ia yaitu oranga yang paling bersahabat denganmu. Dan Rasûlullâh n mengabarkan bahwa jalan-jalan yang menyelisihi jalan Allâh, di atas setiap jalan tersebut ada syaitan yang menyeru insan kepadanya, syaitan-syaitan dari golongan insan dan dari golongan jin, yang menyeru kepada kesesatan. Allâh Azza wa Jalla berfirman, yang artinya, “Mereka mengajak ke neraka, sedang Allâh mengajak ke nirwana dan ampunan dengan izin-Nya. [Al-Baqarah/2:221]
Syaitan mengajak golongannya biar menjadi penghuni neraka sa’îr. Di sana terdapat para penyeru kesesatan. Kita harus berhati-hati dari mereka, dan berhati-hati terhadap syubhat mereka. Kita wajib bersandar kepada kitab Allâh dan Sunnah Rasûl-Nya, juga kepada Ahli ilmu. Kita harus bertanya perihal hal yang kurang jelas, sebagai mana Allâh Azza wa Jalla berfirman:
فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
Maka bertanyalah kepada orang yang memiliki pengetahuan bila kau tidak mengetahui. [An-Nahl/16:43]
Kita meminta kepada Allâh pada setiap rakaat dari shalat kita, ketika kita membaca Surat al-Fatihah yang merupakan rukun shalat. Allâh Azza wa Jalla berfirman
اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ ﴿٦﴾ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ
Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat. [Al-Fathihah /1:6-7]
Kita meminta kepada-Nya biar Dia menawarkan hidayah kepada kita menuju jalan yang lurus, dan menjauhkan kita dari jalan orang-orang yang dimurkai dan jalan orang-orang yang sesat. Orang-orang yang dimurkai yaitu andal ilmu yang tidak bederma dengan ilmunya, dan orang-orang sesat yaitu mereka yang bederma tanpa ilmu. Sedangkan orang-orang yang diberi nikmat yaitu orang-orang yang cerdik dan beramal. Dan merekalah yang Allâh sebutkan dalam firman-Nya.
وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَٰئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ ۚ وَحَسُنَ أُولَٰئِكَ رَفِيقًا
Dan barangsiapa yang mentaati Allâh dan Rasul (-Nya), mereka itu akan gotong royong dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allâh, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah sobat yang sebaik-baiknya. [An-Nisa / 4:69]
Barang siapa diberi taufiq meniti jalan Allâh, maka sobat karib mereka yaitu orang-orang terbaik tersebut. Dan barang siapa menyimpang dari jalan Allâh, maka sobat karibnya yaitu orang-orang yang dimurkai dan orang-orang yang sesat- kita memohon kepada Allâh keselamatan-.Imam Darul Hijrah Mâlik bin Anas Radhiyallahu anhu pernah mengungkapkan untaian kalimat yang begitu agung. Setiap kaum Muslimin seharusnya memperhatikan dan mengambil pelajaran darinya. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Tidak akan baik final dari umat ini kecuali dengan apa-apa yang telah mengakibatkan baik umat yang pertama.”
Apakah yang telah mengakibatkan umat yang pertama baik? Ia yaitu al-Kitab dan as-Sunnah, dan mengikuti Rasûl. Begitu pula ketika keburukan, kesesatan, golongan dan jamaah begitu banyak, maka tidak ada yang sanggup memperbaiki final dari umat ini kecuali dengan apa-apa yang mengakibatkan baik generasi yang pertama. Perkara ini sudah ada (tersedia) –wal hamdu lillâh– di hadapan kita. Perkara tersebut yaitu Kitab Allâh dan Sunnah Rasûlullâh, dan kembali kepada ulama yang memiliki kekhususan (berpegang) kepada Kitab Allâh dan Sunnah Rasûl-Nya, biar mereka menjelaskan kepada kita hal-hal yang belum terperinci bagi kita.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun XIX/1437H/2016M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
_______
Footnote
[1] HR. At-Tirmidzi dalam al-îmân, no. 2641.
[2] HR. At-Tirmidzi dalam al-îmân, no. 2641.
[3] HR. Ibnu Majah, no. 3992.
[4] HR. At-Tirmidzi dalam al-îmân, no. 2641.
[5] HR. Muslim dalam al-Imârah, no. 1920; At-Tirmidzi dalam al-Fitan, no. 2229; Abu Dawud dalam al-Fitan wal Malâhim, no. 4252; Ibnu Majah, no. 3952; Ahmad 5/279.
[6] HR. Al-Bukhâri dalam Syahadat, no. 2508; Muslim dalam Fadhâ’il ash-Shahâbah, no. 2535; At-Tirmidzi dalam al-Fitan, no. 2322; An-Nasa’i dalam al-Aimân wan Nudzur, no. 2809; Abu Dawud dalam as-Sunnah, no. 4657; Ahmad 4/427.
[7] HR. Muslim dalam al-Imârah, no. 1920; At-Tirmidzi dalam al-Fitan, no. 2229; Abu Dawud dalam al-Fitan wal Malâhim, no. 4252; Ibnu Majah, no. 3952; Ahmad 5/279.
[8] HR. Muslim dalam al-Jannah wa Shifatu Na`îmiha wa Ahluha, no. 2867
[9] HR. Muslim, no. 588.
[10] HR. Al-Bukhâri dalam ad-Da’âwat,no. 5962; Muslim dalam Shalâtul Musâfirîn wa Qashruhâ, no. 758; At-Tirmidzi dalam ash-Shalât, no. 446; Abu Dawud dalam ash-Shalât, no. 1315; Ibnu Majah dalam Iqâmatush Shalâh was Sunnatu fîhâ, no. 1366; Ahmad 2/433; Mâlik dalam an-Nidâ’ lis Shalât, no. 496; Ad-Dârimi dalam ash-Shalât, no. 1484.
[11] HR. Muslim dalam ash-Shalâh, no. 479; An-Nasa’i dalam at-Tathbiq, no. 1120; Abu Dawud dalam ash-Shalât, no. 876; Ahmad 1/219; Ad-Darimi dalam ash-Shalât, no. 1325.
[12] HR. Muslim dalam ash-Shalât, no. 482; An-Nasâ’i dalam at-Tathbîq, no. 1137; Abu Dawud dalam ash-Shalât, no. 875; Ahmad 2/421.
[13] HR. Al-Bukhâri dalam al-Manâqib, no. 3411; Muslim dalam al-Imârah, no. 1847, Ibnu Majah, al-Fitan, no. 3979
Sumber: https://almanhaj.or.id/6696-kiat-selamat-dari-fitnah.html
Advertisement